Saturday, October 20, 2012

Bahasa Indonesia vs Bahasa Prokem

Bahasa Indonesia vs Bahasa Prokem


Meski menggunakan judul "Bahasa Indonesia vs Bahasa Prokem", bukan berarti dalam tulisan ini akan melawankan kedua bahasa tersebut. Dalam tulisan ini lebih memfokuskan pada sejauh mana bahasa prokem akan mempengaruhi perkembangan bahasa Indonesia.

Menurut Wikipedia, bahasa prokem atau bahasa gaul adalah ragam bahasa Indonesia nonstandar yang lazim digunakan di Jakarta pada tahun 1970-an yang kemudian digantikan oleh ragam yang disebut sebagai bahasa gaul.

Dalam perkembangannya sekarang, bahasa prokem atau bahasa gaul tersebut terus bertambah banyak dengan berbagai variasinya. Kata-kata tersebut bisa dari kata-kata daerah yang dipelesetkan maknanya, kata-kata yang dibunyikan tidak sempurna ("dicadelkan"), singkatan-singkatan ataupun dengan mengubah susunan huruf (vokal dan konsonan) sehingga terdengar bunyi baru yang unik dan lucu.


Penggunaan istilah-istilah gaul tersebut, makin marak dilakukan melalui sms, jejaring sosial (yahoo mesenger, facebook, twitter), bahkan telah ada saat trend chatting menggunakan MIRC.
Contoh kata-kata yang sering dipakai : begichu/begicyu, meneketehe, alay, ember, bonyok, bispak, jablay, belah duren, dan lain-lain.
Dalam bentuk singkatan, misalnya : ttdj (hati-hati di jalan), ttsandora (hati-hati kesandung orang), JK (just kidding), BTW (by the way), NP (no problem), ATM (at the moment), dan lain-lain.

Penggunaan istilah-istilaah gaul tersebut tidak selamannya bisa dipakai. Misalnya, akan tampak aneh ketika seseorang memulai inbox atau PM (private message) dengan menggunakan kata-kata asl pls.  Istilah asl pls (age sex location please), yang umum diungkapkan pertama kali ketika berkenalan melalui sarana MIRC. Penggunaan kata tersebut pada saat sekarang ya sudah tidak lazim, karena pengguna bisa langsung dilihat profilnya.

Bahasa prokem atau bahasa gaul tersebut tidak bisa tidak memang ikut mempengaruhi perkembangan bahasa Indonesia.
Pertama, penggunaan istilah-istilah prokem dalam komunikasi keseharian para remaja semakin banyak. Hal ini langsung atau tidak langsung akan menggantikan istilah-istilah yang lazim dalam bahasa Indonesia.
Kedua, penggunaan istilah-istilah prokem oleh kalangan public figure (guru, kyai, pemimpin daerah, artis, dll) dengan maksud untuk meningkatkan efektivitas komunikasi maupun agar dianggap sebagai figur yang "gaul".

Meskipun demikian, penulis tidak terlalu khawatir dengan fenomena tersebut.
Pertama, istilah-istilah tersebut jumlahnya terbatas dan digunakan dalam wilayah yang terbatas.
Kedua, sebagai sebuah trend, fenomena tersebut hanya bertahan ketika belum muncul istilah-istilah baru.
Munculnya istilah baru banyak dipengaruhi oleh teknologi yang berganti silih berganti. Di samping perkembangan media (terutama televisi), yang biasanya memunculkan tren istilah baru melalui pembawa acara maupun artis-artis "gaul"

Perdebatan penggunaan istilah-istilah prokem atau gaul ini pun di dunia maya  tidak ada henti-hentinya.  Menurut hemat penulis, munculnya istilah  tersebut tidak perlu didramatisir/dibesar-besarkan. Dari sisi pengajaran bahasa, justru menjadi tantangan bagi kalangan pendidikan untuk bisa menjadikan bahasa Indonesia sebagai salah satu pelajaran yang lebih menyenangkan. 
Dari sisi perkembangan bahasa Indonesia sendiri, bisa dijadikan sebagai khazanah untuk menambah peristilahan baru yang sekiranya sebelum ini belum termuat. Hal ini tentunya membutuhkan kajian yang lebih mendalam lagi.

Analogi dengan perkembangan dalam dunia satra ada istilahnya roman picisan, yang dianggap sebagai karya yang terpinggirkan  meskipun  roman ini sangat laku di kalangan kaum "awam". Khas dengan harganya yang murah, kertas buram, bahkan stensilan. Tetapi, roman tersebut bisa dianggap sebagai genre baru dalam kesastraan Indonesia.

Demikian juga, dengan istilah-isilah prokem atau gaul yang banyak digunakan dalam naskah-naskah teenlit (majalah, cerpen maupun novel) sebagai fenomena yang wajar terjadi. Bukan bermaksud menyaingi naskah-naskah yang "berat" dengan full "EYD", tetapi lebih sebagai media komunikasi yang ampuh untuk menjaring komunitas kaum mudah.

Yang penting, kita harus selalu mendudukkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dan bahasa nasional. Yang salah satu fungsinya digunakan sebagai bahasa resmi dalam pendidikan, acara kenegaraan dan sebagainya.

Selalu bersikap positif dan berhati-hati sebagai kunci dalam mensinergikan bahasa prokem dengan bahasa Indonesia. Seandainya tidak mungkin terjadi sinergi, setidaknya tidak perlu ada pertentangan antara keduanya yang justru tidak sesuai dengan tujuan awal suatu bahasa, yaitu sebagai alat komunikasi.


 

Ditulis oleh: Arsyad R Bahasa dan Sastra Updated at : 6:19 AM

Friday, October 19, 2012

Kilas Balik Peran dan Kedudukan Bahasa Indonesia

Kilas Balik Peran dan Kedudukan Bahasa Indonesia

Di era sekarang ini, bahasa Indonesia mengalami dua tantangan sekaligus. Tantangan pertama, berasal dari perkembangan bahasa Indonesia sendiri, sedang tantangan kedua berasal dari pesatnya perkembangan teknologi informasi dan teknologi.

Sebuah bahasa harus terus berkembang, jika ingin tetap bertahan menjadi pemersatu bangsa. Maraknya bahasa-bahasa gaul, slang, prokem menjadi tantangan tersendiri bagi perkembangan bahasa Indonesia. Belum lagi kecenderungan pada pelajar, tokoh masyarakat, politisi sampai kepada para pemangku kebijakan di negeri ini yang merasa bangga menggunakan bahasa asing (baca juga : bahasa Inggris). Berbagai pengajaran bahasa Indonesia yang terlalu berorientasi pada ujian nasional, menambah sederetan panjang tantangan-tantangan yang harus dihadapi.

Perkembanagan teknologi informasi dan teknologi, khususnya maraknya penggunaan handphone dan internet, menjadi tantangan tersendiri bagi perkembangan bahasa Indonesia. Di satu sisi penyebaran penggunaan bahasa Indonesia makin cepat. Dan di sisi lain, dalam penyebarannya, penggunaan bahasa Indonesia makin tidak terkontrol.

Kembali kepada pengertian bahasa, yang secara sederhana dapat diartikan sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat dalam bentuk lambang bunyi/ujaran. Bahasa Indonesia pun mempunyai fungsi sama, yaitu sebagai alat untuk memberi/menerima informasi bagi setiap orang. khususnya bagi bangsa Indonesia. Tujuan-tujuan yang lain, diantaranya : 1) tujuan praktis : sarana untuk menjalin interaksi sosial dalam kehidupan sehari-hari; 2) tujuan artistik : sarana untuk mengungkapkan keindahan (misalnya dalam bentuk puisi, cerpen, dan sebagainya); 3) tujuan filologis : sarana untuk mempelajari dan meneliti peninggalan tertulis; dan 4) tujuan ilmiah : sarana untuk mempelajari dan mengembangkan ilmu pengetahuan.

Kita juga perlu mengingat kembali sejarah Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 yang menjunjung bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia. Di samping sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia juga berkedudukan sebagai bahasa Negara.
Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai : 1) lambang jati diri bangsa; 2) lambang kebanggaan bangsa; 3) alat pemersatu; dan 4) alat penghubung antar budaya dan antar daerah.
Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai : 1) bahasa resmi negara; 2) bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan; 3) bahasa resmi dalam hubungan tingkat nasional; dan 4) bahasa resmi dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dalam sejarahnya, bahasa Indonesia juga terus mengalami perkembangan.
Tahun 1933, terbitlah majalah Poedjangga Baroe yang dimotori oleh Sultan Takdir Alisyahbana, Amir Hamzah, dan Armijn Pane. Majalah tersebut mempunyai peran yang besar dalam rangka pembinaan bahasa Indonesia. Tidak aneh, jika pada zaman tersebut dianggap sebagai salah satu era pengembangan sastra, yaitu angkatan Pujangga Baru (angkatan tahun 30-an). Kongres bahasa Indonesia pertama kali di Solo, pada tahun 1938 menghasilkan tiga buah keputusan, yaitu : 1) mengganti Ejaan Van Ophuysen; 2) mendirikan Institut Bahasa Indonesia; 3) menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam Badan Perwakilan. Pada masa penjajahan Jepang (1942 - 1945), bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi dalam administrasi pemerintahan dan sebagai bahasa pengantar di lembaga pendidikan. Hal ini dilatarbelakangi kebencian Jepang pada pemakaian bahasa Belanda, di samping karena bahasa Jepang belum dimengerti oleh bangsa Indonesia.

Perkembangan bahasa Indonesia terus berlanjut, dengan penetapan bahasa Indonesia secara resmi sebagai bahasa negara (Bab XV, pasal 36 UUD 1945).  Dibentuknya lembaga pembinaan bangsa, pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD), serta berbagai kongres Bahasa Indonesia yang menhasilkan berbagai keputusan yang mencakup bidang bahasa, sastra sampai ke pengajaran bahasa dan sastra.

Belajar dari perkembangan bahasa Indonesia di atas, kita bisa merasakan betapa besar perjuangan para pendahulu-pendahulu kita, khususnya para pejuang bidang bahasa dan sastra Indonesia. Dan sudah sewajarnya jika kita berkewajiban untuk senantiasa  untuk bangga berbahasa Indonesia, baik dalam pergaulan formal maupun tidak formal, di dalam dunia nyata atau maya.

Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan teknologi, yang sarat dengan munculnya istilah-istilah yang tidak lazim (tidak sesuai dengan EYD), tidak membuat kita menjadi ikut-ikutan latah menggunakan bahasa tersebut. Justru dengan kemajuan teknologi informasi dan teknologi, kita makin leluasa dalam pengembangan/penyebaran bahasa Indonesia yang benar melalui handphone dan internet (blog, facebook, twitter dan media lain).

Terus berkarya dan bangga berbahasa Indonesia!





Ditulis oleh: Arsyad R Bahasa dan Sastra Updated at : 7:32 PM

Sunday, October 14, 2012

Dari Menulis Status Hingga Menulis Buku

Dari Menulis Status Hingga Menulis Buku

Menulis itu gampang. Bahkan benar-benar gampang. Begitu kata Arswendo Atmowiloto. Kalau Hernowo mengatakan bahwa menulis ibaratnya ngomong. Tentunya, ada yang menyetujui kedua pendapat tersebut dan ada yang tidak. Kalau mengarang atau asal menulis mungkin gampang. Tapi untuk menulis hal yang serius tentu membutuhkan riset maupun kemampuan khusus. Dan itu bukanlah hal yang gampang.

Dengan perkembangan teknologi informatika yang begitu pesat, praktek menulis terasa lebih mudah. Tinggal membuka browser, surfing sana-sini, dibaca, dihubung-hubungkan, kemudian jari-jari tangan menari-nari di atas keyboard. Klik sana dan sini, akhirnya dihasilkan tulisan yang dimuat di blognya. Atau mungkin membaca artikel di berbagai blog/website, kemudian menemukan tulisan yang menarik. Kemudian di copy dan paste-kan di wall kita. Jadilah status baru di facebook.

Wow. Tidak semudah itu!
Bagaimana caranya menuliskan sebuah artikel atau bahkan buku? Tentu butuh waktu yang lama. Berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun atau bahkan seumur hidup tidak mampu menyelesaikannya. Pengalaman saya , dengan bermodalkan selancar di internet ditambah dengan sedikit kemampuan menerjemah, banyak tugas-tugas kepenulisan yang dapat diselesaikan dalam waktu yang cepat. Misalnya, ada tenggat waktu satu minggu untuk menulis, selama 3 - 4 hari digunakan untuk mencari bahan-bahan sambil melakukan brainstorming. Baru pada 1 - 2 sebelum deadline mulai menulis. Hal ini berlaku dalam penulisan buku maupun artikel yang panjang. Sekitar dua pertiga waktu digunakan untuk membiarkan segala ide tertampung.

Menulis sebagai salah satu ketrampilan membaca mempunyai ciri khas yang berbeda. Berbeda dengan ketrampilan berbicara, yang isi suatu pembicaraan bisa dibantu dengan bahasa tubuh, seperti mimik muka maupun gerakan tangan. Dalam menulis, selain membutuhkan ketrampilan untuk menyampaikan inti masalah dengan tepat, juga dibutuhkan teknik penulisan yang menyesuaikan kaidah yang benar. Tidak lucu rasanya menuliskan “implikasi”, padahal yang dimaksud adalah “implementasi”. Dalam berbicara langsung, kesalahan dalam pembicaraan bisa langsung diralat ataupun langsung diingatkan oleh lawan bicaranya.

Pada jaman sekarang, saya merasakan untuk menghasilkan tulisan yang bisa dibaca banyak orang menjadi hal yang lebih mudah. Bermula dari membuat blog, kemudian menuliskan berbagai hal yang berkaitan dengan pekerjaan. Dengan menggunakan nama diri, yaitu http://arsyadriyadi.blogspot.com, saya mencoba menuliskan tentang materi pelajaran diampu. Kemudian terus berkembang, untuk mengasah kemampuan berbahasa, saya juga menulis sebuah blog bahasa di http://arsyad-riyadi.blogspot.com. Melalui blog bahasa ini, saya melatih ketrampilan menulis naskah fiksi sekaligus belajar bahasa dan sastra Indonesia. Dari situlah saya mengenal dengan lebih dekat dengan puisi karya Chairil Anwar, bahkan sampai puisi esai Denny J.A, yang berjudul “Atas Nama Cinta”. Prinsipnya belajar sambil menuliskan di blog maupun sekedar menulis status di facebook.

Perkenalan dengan para pegiat sastra di Penamas (Para Penulis Muda Banyumas), semakin membuatku lebih termotivasi belajar bahasa melalui pembuatan antologi cerpen yang ditulis secara keroyokan. Pada akhir tahun 2011, terbit secara indie antologi cerpen pertama yang berjudul “Balada Seorang Lengger”. Pada tahun ini, awal bulan September 2012 terbit antologi kedua yang berjudul “Cindaga”. Salah satu yang menarik dari kedua antologi cerpen tersebut berada pada proses pembuatannya. Dengan melalui diskusi secara online di grup facebook, dengan para penulisnya melakukan posting cerpen di grup tersebut kemudian dikritisi oleh anggota yang lain. Dan uniknya, para anggota grup tersebut secara dunia nyata, belum tentu saling mengenal. Tetapi dengan bermodal kepercayaan, antologi tersebut berhasil dibuat.

Di sisi lain, dengan berani menulis cerpen untuk diterbitkan maka secara otomatis kemampuan berbahasa semakin meningkat. Proses pembelajaran berbahasa harus berjalan tersebut. Di samping untuk meningkatkan kualitas karya-karya selanjutnya, juga ada tanggung jawab untuk menuliskan sebuah karya yang memenuhi kaidah-kaidah penulisan. Tidak tanggung-tanggung, dalam acara launching kedua antologi tersebut mengundang para pegiat sastra di sekitar Banyumas, termasuk wartawan media cetak. Berbagai kritikan dan masukan dari para peserta termasuk pembedah kedua antologi tersebut, menjadi bekal agar dapat menghasilkan karya yang lebih bagus lagi.

Itulah salah satu aspek ketrampilan bahasa yang mampu menyatukan orang-orang yang berada pada posisi yang berbeda-beda dengan pemikiran-pemikiran yang beragam juga. Bukan sekedar celotehan status yang hilang begitu saja. Tetapi tulisan-tulisan yang dihasilkan bisa dibuka kembali baik melalui media blog bahkan sampai sebuah buku. Tetap semangat untuk menulis!

Sumber :
Dari penulis yang sama dan dengan judul yang sama. Sebelumnya dimuat di http://bahasa.kompasiana.com/2012/09/25/dari-menulis-status-hingga-menulis-buku/
Ditulis oleh: Arsyad R Bahasa dan Sastra Updated at : 5:04 PM

Tuesday, August 21, 2012

Cinta yang Berbeda

Cinta yang Berbeda

Cibiran demi cibiran
Ikut memaniskan kisah cinta kita
Namun sebenarnya
Tak mampu aku menahan
Apa yang kurasa

Baik-baik saja khan, bisiknya
Etika dan moralitas
Dijaga dengan teguh
Antara agama dan cinta

Akankah mampu atasi
Gejolak yang menggelora
Aku yang harus bertahan
Mengenyahkan semua
Atas nama cinta
Ditulis oleh: Arsyad R Bahasa dan Sastra Updated at : 5:53 PM

Sunday, August 19, 2012

Maafkan

Maafkan

Maafkan atas segala salah yang terucap..
lewat kata...perbuatan..maupun sekedar di pikiran
Maafkan aku dengan segala keikhlasanku..

Memaafkan berarti membebaskan
Memaafkan berarti menyatukan
Memaafkan berarti kerendahan hati

Samudra tak bertepi...
Tingginya langit yang terjangkau...
Bukti kuasa Ilahi...

Aku gak mungkin mencapainya..
Aku ibaratnya butiran debu..

Aku yang tak lepas dari dosa
Aku yang tak lepas dari salah

Allah Maha Besar

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1433 H
Mohon maaf lahir batin

Teriring salam buat sesama..
Berdoa untuk kedamaian bersama

- Purbalingga, 19 Agustus 2012
Ditulis oleh: Arsyad R Bahasa dan Sastra Updated at : 11:27 AM

Monday, August 6, 2012

REVIEW PUISI ESAI “SAPU TANGAN FANG YIN”

NASIONALISME PEREMPUAN YANG TERKOYAK
REVIEW PUISI ESAI “SAPU TANGAN FANG YIN”

Denny JA, The King Maker, bukan hanya menggebrak dunia politik dan bisnis, tapi juga siap mencengkeram dunia sastra lewat puisi esainya. Di dalam puisinya yang panjang, dipenuhi dengan catatan kaki dari berbagai pemberitaan di media, yang menunjukkan bahwa apa yang dituliskan berdasarkan kenyataan yang terjadi di masyarakat. Isu-isu tentang diskriminasi dikemas dengan apik dalam bentuk puisi-puisi panjang yang sarat makna, menggetarkan kalbu, dan terus mengikat pembacanya.
Membaca salah satu puisi yang berjudul “Sapu Tangan Fang Yin” dari buku “Atas Nama Cinta”, membuat hati terasa pedih. Menahan air mata tidak menetes. Terbayang dengan jelas seorang wanita berkulit putih, turunan Tionghoa yang telah kehilangan gairah hidupnya. Kebencian yang mendalam terhadap dunia dan kebencian terhadap dirinya sendiri.
Terimalah kenyataan apa adanya!
Berdamailah dengan masa lalu.
Begitulah nasihat yang diberikan seorang psikolog pada Fang Yin. Sebuah kata-kata lugas yang sulit untuk dipaktekkan untuk menjadi Fang Yin yang baru.
Sebagai korban kerusuhan Mei 2008, Fang Ying patut merasa trauma. Fang Yin dan keluarganya tidak memahami politik maupun militer. Bagi mereka di Indonesia adalah tempat untuk mencari rezeki. Mereka tidak bisa memahami, bagaimana gelombang huru-hara yang menuntut Suharto turun mengimbas pada penghancuran etnis mereka.
Teriakan : Bakar! Bakar! Oleh sekelompok orang yang berbadan tegap dan gagah berubah menjadi Bakar Cina! Bakar Cina!
Fang Yin salah seorang gadis turunan Tionghoa, mahasiswi, menjadi korban kebiadaban sekelompok orang yang digambarkan bertubuh tegap dan gagah tersebut.
Pintu kamar Fang Yin didobrak, masuklah lima pria
Bertubuh tegap – ke ranjang mereka menyeretnya.
…………………………….
Bagaikan sekawanan serigala mereka.
Seseorang memegang kaki kirinya
Seorang lagi merentang kaki kanannya
Yang lain menindih tubuhnya.
Wahai, terenggut sudah kehormatannya!
Yang lain bersiap menunggu giliran.
Fang Yin kehilangan ketidaksadaran. Di rumah sakit, perlahan Fang Yin mulai tersadar. Dan mengingat apa yang dialaminya, Fang Yin menjerit sekeras-kerasnya, sehingga seisi rumah sakit pun mendengarnya.
Sapu tangan pemberian Kho, pacarnya,  ketika menjenguknya di rumah sakit, setia menyertai.  Sapu tangan yang menampung semua air mata Fang Yin, bahkan seperti sebuah diary baginya. Seminggu kemudian Fang Yin dan keluarganya pindah ke Amerika.
Kini tiga belas tahun setelah tragedi Mei 1998, Indonesia kembali stabil. Keturunan Tionghoa pun mendapat hak dan kedudukan yang layak. Beberapa menjadi menteri, kesenian barongsai, agama konghucu, koran berbahasa Cina, perayaan imlek mendapat tempat di Indonesia. Sapu tangan Fang Yin yang sudah tidak putih, pun telah menjadi diary-nya selama tiga belas tahun.
Ayah Fang Yin pun kembali ke Indonesia. Masa lalu yang kelam tidak bisa menghilangkan kecintaan dia pada tanah airnya. Dia senantiasa mewanti-wanti,
Fang Yin, kau anak Indonesia sejati
Jangan pindah menjadi warga lain negeri
Berbagai cara dilakukan ayahnya agar Fang Yin mau kembali ke Indonesia. Tetapi Fang Yin bersikeras. Fang Yin memilih tinggal di Amerika sebagai negara yang modern, mengagungkan kebebasan dan penuh perlindungan hukum. Fang Ying benci pada Indonesia karena dia membenci banyaknya kekerasan yang terjadi.
Kemarahan Fang Yin perlahan  mulai mereda. Dengan banyak belajar, membaca berbagi buku,  seperti filsafat, sastra, agama dan buku, dia mulai bisa merasakan derita panjang masa silamnya melezatkan sikap hidupnya.
Dia berkali-kali telah mencoba membakar sapu tangan pemberian Kho, tetapi gagal karena keraguan masih tersimpan. Sampai akhirnya, tanpa pikir panjang ia bakar sapu tangan itu. Derita yang dialaminya pun hilang. Termasuk rasa cinta pada Kho dan  kecemburuan pada Rina, sahabat setia yang menjadi istri Kho. Fang Yin terlahir kembali menjadi sosok yang baru.
Air mata menetes mengiringi api,
Sapu tangan tak ada lagi.
Ia kini berhasil berdamai dengan masa silam
Ia kini berhasil menjadi Fang Yin yang baru.
Fang Ying kembali ke Indonesia. Rindunya membara. Ia ingin Indonesia seperti dirinya agar bisa menang mengalahkan masa lalu.
Puisi esai yang berjudul “Sapu Tangan Fang Yin”, tersebut tidak sekedar bicara derita seorang gadis turunan Tionghoa sebagai korban diskriminasi. Tetapi sarat dengan nilai nasionalisme yang tinggi.  Seperti yang dikatakan oleh ayah Fang Yin
Amerika hanyalah tempat sementara untuk singgah
Tapi kita lahir di Indonesia, jadi mati sebaiknya di sana
Terkoyaknya dia sebagai perempuan merupakan luka yang akan terbawa sepanjang hidupnya. Dan saat dia memang kembali ke Indonesia, semuanya telah berubah. Siapa yang peduli dengan dirinya sebagai korban? Haruskah dia berterima kasih pada Denny JA, yang telah memberikan solusi untuk membakar sapu tangan pemberian kekasihnya, Albert Kho. Atau justru marah karena Denny JA, mengingatkan kembali peristiwa tragis yang dialaminya.
Ditulis oleh: Arsyad R Bahasa dan Sastra Updated at : 4:24 PM

Thursday, May 31, 2012

Membuat Cerita yang Memikat

Membuat Cerita yang Memikat

Tulisan ini mengambil dari buku "Jurus Maut Menulis dan Menerbitkan Buku", karangan M. Hariwijaya, yang diterbitkan oleh penerbit Eimatera Publishing, Yogyakarta.
Proses penting yang membuat tulisan menjadi berbobot adalah mencari makna. Kita duduk di depan komputer untuk memikirkan materi dan hanya bisa menulis sedikit, itu sudah bagus. Misalnya dalam waktu satu jam, kalau dihitung bersih, menulisnya sekitar 10 menit dan yang 50 menit digunakan untuk memikirkan alur cerita ataupun gambaran materi yang akan ditulis.

Secara teknis, dengan sering duduk di depan komputer dan membuka file dari tulisan/cerita kita, maka inspirasi akan muncul dan tulisan akan menjadi lebih sempurna. Gunakan waktu yang nyaman setiap hari. Dan kendorkan otot-otot untuk menjadi rileks. Jangan terbebani dengan bahwa tulisan yang kita buat harus cepat selesai.

Bagaimana cara menulis cerita yang memikat? Para novelis dan pembuat skenario sinetron maupun film telah merumuskannya dalam struktur 9 babak sebagai berikut :
Babak 1 : Kejadian buruk. Bagian pembukaan karangan Anda, sodorkan kejadian buruk yang menimpa tokoh protagonis.

Babak 2 : Pengenalan tokoh

Babak 3 : Tokoh protagonis kena masalah dan menjadi kambing hitam

Babak 4 : Tokoh protagonis melarikan diri dan menjadi buronan

Babak 5 : Tokoh protagonis bertemu penolong dan belajar menghadapi masalah

Babak 6 : Titik balik dan merencanakan menghadapi sang antagonis.

Babak 7 : Rencana awal yang gagal

Babak 8 : Rencana darurat dijalankan

Babak 9 : Penyelesaian masalah

Untuk memperkaya dan memberi muatan pada isi tulisan tersebut, perbanyak membaca buku-buku tentang teori perubahan sosial, psikoanalisis, kedokteran, hukum, dan sebagainya.
Bangunlah gaya penulisan Anda sendiri, meski sederhana, tetapi orisinil.
Ditulis oleh: Arsyad R Bahasa dan Sastra Updated at : 2:54 AM

Monday, May 28, 2012

Pengajaran Sastra yang Menyenangkan

Pengajaran Sastra yang Menyenangkan

Salah satu metode yang digunakan dalam pembelajaran - pengajaran sastra yang menyenangkan adalah melalui metode "bermain" dan "mengalami". Dalam metode ini, siswa diajak bermain-main dan mencebur langsung pada dunia sastra, dan pada kegiatan apresiasi baik langsung maupun tak langsung.

Dengan metode bermain dan mengalami ini, diharapkan terjadi suasana sebagai berikut.
- Hilangkan kesan "angker", "terlampau serius" yang menghambat proses indivdu siswa.
- Siswa terjaga dari stress saat harus menghadapi karya sastra
- Secara tidak disadari, siswa diajak  terlibat secara penuh
- Siswa dapat terpancing daya kreativitasnya masing-masing
- Siswa dapat berperan ganda sebagai apresiator dengan tidak disadarinya
- Makna belajar melalui pengalaman

Metode "bermain" dan "mengalami" ini antara lain :
1. Mendengarkan sastra (cerpen, puisi) dan membacakan sastra
2. Mendongeng sastra dan mendengarkan dongeng sastra
3. Bernyanyi (menyanyikan) sastra
4. Menonton sastra
5. Mendramakan (menteatrikalan) sastra

Di dalam memilih syair lagu selain berdasarkan tematik juga sebaiknya didasarkan atas pertimbangan popularitas lagu, keakraban dengan siswa, serta mudah dihafal dan dinyanyikan siswa.

Untuk melaksanakan pengajaran sastra yang menyenangkan ini, diperlukan persiapan-persiapan yang lebih matang. Misalnya menyiapkan karya yang akan dibahas, berbagai perlengkapan lain (DVD, tape recorder), maupun panggung jika ingin dipentaskan.

Dengan membacakan suatu karya sastra, setidaknya guru juga mengenalkan dengan karya-karya sastra lama yang bernilai tinggi. Tentunya dengan gaya yang menarik dan menyenangkan. Tentunya pemilihan judul karya sastra yang tepat juga harus diperhatikan, karena tidak semua karya sastra terasa menyenangkan untuk dibacakan.

Sumber : Widijanto, Tjahyono. 2007. Pengajaran Sastra yang Menyenangkan.  Bandung : Pribumi Mekar
Ditulis oleh: Arsyad R Bahasa dan Sastra Updated at : 7:00 PM

Puisi Chairil Anwar : Sebuah Kamar

Chairil Anwar : Sebuah Kamar


SEBUAH KAMAR

Sebuah jendela menyerahkan kamar ini
pada dunia. Bulan yang menyinar ke dalam
mau lebih banyak tahu.
"Sudah lima anak bernyawa di sini
Aku salah satu!"

Ibuku tertidur dalam tersedu
Keramaian penjara sepi selalu,
Bapakku sendiri berbaring jemu
Matanya menatap orang tersalib di batu!

Sekeliling dunia bunuh diri!
Aku minta adik lagi pada
Ibu dan bapakku, karena mereka berada
di luar hitungan : Kamar begini,
3 x 4 m, terlalu sempit buat meniup nyawa!

Sajak yang ditulis tahun 1946, menggambarkan sesuatu yang ironis dengan gaya yang ironis pula. Dalam keadaan yang susah, orang masih ingin menambah kesusahan lagi. Dengan kamar berukuran 3 x 4, yang telah dihuni 7 orang ( 5 anak dan kedua orang tuanya), tokoh Aku masih meminta satu adik lagi.

Melalui tokoh Aku, Chairil Anwar ingin menggambarkan kemiskinan. Sang ibu tidur dalam keadaan menangis, sedangkan sang ayah tidak melakukan apa-apa ("Bapakku sendiri berbaring jemu / Matanya menatap orang tersalib di batu!").

Kamar yang dihuni banyak anak tersebut, seharusnya menjadi ramai. Tapi sebaliknya, kamar itu seperti penjara. Putus asa ("Sekeliling dunia bunuh diri!")
Itulah gambaran penduduk Indonesia yang semakin padat. Jumlah penduduk bertambah, demikian juga kemiskinan.

"Sebuah jendela menyerahkan kamar ini pada dunia. Bulan yang menyinar ke dalam
mau lebih banyak tahu"
Bait tersebut bisa diartikan bahwa hanya melalui sebuah jendela, orang luar (bulan) bisa melihat seisi kamar tersebut. Seperti rumah di perkotaan yang cenderung kecil, apalagi dengan harga yang selangit. Siapa yang bisa beli, kalau bukan hanya segelintir orang.


Sumber : 
Pradopo, Rachmat Djoko. 2008. Beberapa Teori Sastra , Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Ditulis oleh: Arsyad R Bahasa dan Sastra Updated at : 12:26 AM

Thursday, May 24, 2012

KAJIAN BUDAYA FEMINIS : TUBUH, SASTRA, DAN BUDAYA POP

Kajian Budaya Feminis : Tubuh, Sastra, dan Budaya Pop


Membaca buku karangan Aquarini Priyatna Prabasmoro yang berjudul "Kajian Budaya Feminis : Tubuh, Sastra, dan Budaya Pop", membuatku dahiku makin berkerut. Terheran-heran, ternyata kajian tentang kaum feminis bisa menjadi sangat serius dalam kancah tubuh sastra maupun budaya pop. Dari Pada  Sebuah Kapal sampai Crouching Tiger Hidden Dragon, tubuh berkulit putih bersih korban iklan, jins, dangdut, kelangsingan dan lain-lain menjadikan kajian feminisme ini menjadi menakjubkan dan membuatku terperangah (meski seringnya tidak mudeng dan harus membaca berulang-ulang).

 Buku ini terdiri dari 4 bagian, sebagai berikut.

Bagian 1 : Wacana Feminis
1. Feminisme : Barat?
2. [Hetero] Sexuality Redefined
3. Feminisme sebagai Tubuh, Pemikiran dan Pengalaman
4. Pendekatan Behavoir terhadap Penubuhan dan Resistensi terhadap Sistem Pembedaan Seks/Gender


Bagian 2 : Tubuh Fantastis Perempuan
5. Dinamai, Menamai dan Proses Menjadi
6. Tentang Menjadi Perempuan dengan Tubuh
7. Penubuhan Kehamilan : Narasi, Subjektivitas dan Tantangan Patriarkal
8. Abjek dan Montrous Feminine : Kisah Rahim, Liur, Tawa, dan Pembalut

Bagian 3 : Membaca Sastra
9. Seks, Berahi dan Cinta dalam Karya Nh. Dini
10. Tubuh dan  Penubuhan dalam Pada Sebuah Kapal, La Barka, dan Namaku Hiroko
11. Mencium Sastrawangi, Menubuhi Diri
12. Membaca [lagi] Seksualitas Perempuan
13. Dua Novel Pembunuh Bapak
14. Perempuan, Tradisi dan Resistensi : Membaca Putri karya Putu Wijaya
15. Gagasan Fantastis Ganda sebagai Kritik terhadap Subjektivitas Normatif dalam Daughters of the House dan Mara and Dean
16. Queer dan Performativitas Gender dalam Pinkland dan Nude of the Moon
17. Menulis Saya-Perjalanan menuju Diri yang Baru

Bagian 4 : Budaya Pop
18. Seks dan Seksualitas Perempuan dalam Kehidupan Komersial
19. Putih, Feminitas  dan Seksualitas Perempuan dalam Iklan Kita
20. Identifikasi Female, Feminin, Feminis dalam Film Sense and Sensibility dan Crouching Tiger Hidden Dragon
21. Representasi Femininitas dan Maskulinitas dalam My Boyfriend Raped Me In His Step
22. Perkawinan Dua Panggung
23. Teknologi dan Reproduksi Kebutuhan
24. Jins, Dangdut, dan Dosesn : Fashion sebagai Pernyataan Diri

Sumber : Prabasmoro, Aquarini Priyatna. 2006. Kajian Budaya Feminis : Tubuh, Sastra, dan Budaya Pop. Yogyakarta & Bandung : Jalasutra
Ditulis oleh: Arsyad R Bahasa dan Sastra Updated at : 10:00 PM

Monday, May 21, 2012

TRAGEDI WINKA & SIHKA

TRAGEDI WINKA & SIHKA

kawin
    kawin
        kawin
            kawin
                kawin
                     ka
                    win
               ka
            win
           ka
         win
      ka
   win
ka
    winka
        winka
            sihka
               sihka
                  sihka
                        sih
                     ka
                  sih
               ka
            sih
          ka
       sih
    ka
  sih
ka
   sih
      sih
         sih
            sih
               sih
                  sih
                     ka
                         Ku

Sajak karya Sutardji Calzoum Bachri yang berjudul Tradedi Winka Sihka ini, saya lihat pertama kali saat SMP, kemudian di SMA pun sering melihatnya. Waktu itu itu tidak terpikirkan untuk memahami arti dari sajak tersebut. Waktu itu hanya menganggap itu hanyalah sajak aneh, yang tidak ada maknanya.

Baru setelah membaca buku Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya karangan Prof. Dr. Rachmat Djoko Pradopo, mulai sedikit memahami. Pada  buku tersebut dijelaskan, kata-kata kawin dan kasih yang diputus-putus dan dibalik, secara linguistik sajak tersebut tidak ada artinya, kecuali kata kawin dan kasih itu.  Kata kawin dan kasih mengandung konotasi bahwa suatu perkawinan itu menimbulkan angan-angan hidup penuh kebahagiaan, terlebi bila disertai kasih sayang.

Dalam sajak itu kata kawin dideretkan lima kali secara utuh, yang artinya bahwa suatu perkawinan entah lima tahun, lima bulan, lima minggu, atau lima hari masih utuh seperti semula, yaitu kebahagiaan. Kemudian kata kawin diputus-putus, yang berarti perkawinan yang diliputi kebahagiaan itu sudah tidak utuh lagi. Misalnya mulai ada pertengkaran antara suami istri. Bahkan, kata kawin sekarang terbalik menjadi winka. Yang berarti perkawinannya  sudah menjadi "neraka". Pada akhirnya terjadi tragedi winka dan sihka itu, misalnya terjadi perceraian, istri membunuh suami atau sebaliknya.

Tipografi zig-zig juga mempunyai makna mendalam, yaitu perkawinan yang semula bermakna kebahagiaan, mulai melewati bahaya yang berliku, penuh bahaya, yang akhirnya menimbulkan bencana, yaitu tragedi.

Baca juga ulasan Penciptaan Arti dalam Puisi Tragedi Winka & Sihka.

Sumber :
Djoko Pradopo, Rachmat. 2008. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Cetakan V. Yogyakarta : Pustaka Pelajar


Ditulis oleh: Arsyad R Bahasa dan Sastra Updated at : 4:59 AM

Saturday, May 19, 2012

Puisi Esai Denny JA : Atas Nama Cinta

Puisi Esai Denny JA : Atas Nama Cinta

Ada sebuah pertanyaan yang muncul ketika membaca puisi esai karya Denny JA. Apakah ini sebuah puisi dalam bentuk esai ataukah esai yang dikemas dalam bentuk puisi. Yang jelas Denny, ingin menghadirkan sebuah karangan yang menjembatani antara fiksi dengan fakta. Puisi ini menjadi unik, dengan banyaknya catatan kaki dari berbagai sumber/berita yang merupakan fakta.

Diskriminasi menjadi tema besar yang diusung dalam puisi esainya yang berjudul Atas Nama Cinta. Dalam puisinya tersebut, Denny bukan sekedar mengisahkan pengalaman pribadi yang dialami tokoh dalam puisinya, tetapi sarat dengan latar belakang permasalahan diskriminasi di Indonesia. Seperti dikatakan oleh Denny, bahwa dia ingin memotret kasus diskriminasi dalam bentuk kisah yang menyentuh hati. Sekaligus melalui karangannya, Denny ingin memberikan info yang memadai soal konteks sosial isu diskriminasi.

Ada lima puisi yang memuat berbagai kasus diskriminasi, yaitu diskriminasi terhadap kaum Tionghoa ("Sapu Tangan Fang Yin"), diskriminasi paham agama ("Romi dan Yuli dari Cikeusik"), diskriminasi terhadap gender ("Minah Tetap Dipancing"), diskriminasi terhadap homoseks ("Cinta Terlarang Batman dan Robin"), dan diskriminasi agama ("Bunga Kering Perpisahan").

Sumber : http://puisi-esai.com
Ditulis oleh: Arsyad R Bahasa dan Sastra Updated at : 10:34 PM

Thursday, May 10, 2012

Puisi Chairil Anwar : "Aku"

Puisi Chairil Anwar : "Aku"


AKU

Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang, 'kan merayu
Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi

Komentar :
Membaca puisi tersebut, saya sangat iri. Mengapa puisi seperti itu bisa begitu terkenal?
Apakah karena pilihan kata-katanya yang tidak biasa?
Dengan mengatakan "Aku ini binatang jalang". Begitu beraninya dia "menelanjangi" atau "menjelekkan" diri sendiri. Apakah karena kemarahan atau keputusasaan. Apa yang dimaksud dengan kata-kata "Kalau sampai waktuku". Apakah maksudnya dia mau meninggal. Tapi gak mungkin, karena di paling bawah dia berucap "Aku mau hidup seribu tahun lagi".
Di samping keberanian "mengatai" dirinya. Sekaligus juga berani menantang untuk terus "meradang" dan "menerjang", meski peluru menembus dirinya.
Jadi apa yang dimaksud dengan "Kalau sampai waktuku". Sebuah keputusan pentingkah. Tekad yang kuat. Atau keberanian melakukan sesuatu yang selama ini dipendam.
Tidak peduli!!
Ditulis oleh: Arsyad R Bahasa dan Sastra Updated at : 8:31 PM

Monday, March 19, 2012

Gaya Bahasa (Style)

Gaya Bahasa (Style)

Dilihat dari segi bahasa, yang dimaksud dengan gaya bahasa adalah cara mengunakan bahasa. Style atau gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa).

Sebuah gaya bahasa yang baik harus memuat tiga unsur, yaitu kejujuran, sopan-santun, dan menarik. Kejujuran artinya kita mengikuti aturan-aturan, kaidah-kaidah yang baik dan benar dalam berbahasa. Sopan-santun artinya kita memberikan penghargaan atau menghormati orang yang diajak bicara. Sebuah gaya yang menarik dapat diukur melalui beberapa komponen sebagai berikut : variasi, humor yang sehat, pengertian yang baik, tenaga hidup (vitalitas), dan penuh daya khayal (imajinasi).

Jenis-jenis gaya bahasa
a. Segi Nonbahasa
Gaya bahasa (style) dapat dibagi menjadi tujuh, yaitu : 1) Berdasarkan pengarang; 2) Berdasarkan masa;
3) Berdasarkan  medium; 4) Berdasarkan subyek; 5) Berdasarkan tempat; 6) Berdasarkan hadirin, dan 7) Berdasarkan tujuan.

b. Segi Bahasa
1) Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata
Meliputi gaya bahasa resmi, gaya bahasa tak resmi, dan gaya bahasa percakapan.

2) Gaya bahasa berdasarkan nada
Meliputi : gaya bahasa sederhana, gaya mulia dan bertenaga, serta gaya menengah.

3) Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat
Meliputi : klimaks, antiklimaks, paralelisme, antitesis, repetisi, Repetisi terbagi menjadi : epizeuksis, tautotes, anafora, epistrofa, simploke, mesodiplosis, epanalepsis, dan anadiplosis.

4) Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna
Meliputi gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan.
Gaya bahasa retoris meliputi : aliterasi, asonansi, anastrof, apofasis atau preterisio, apostrof, asindeton, polisindeton, kiasmus, elipsis, eufemismus, litotes, histeron proteron, pleonasme dan tautologi, perifrasis, prolepsis atau antisipasi, erotesis atau pertanyaan retoris, silepsis dan zeugma, koreksio atau epanortosis, hiperbol, paradoks, dan oksimoron.
Gaya bahasa kiasan, meliputi persamaan atau simile, metafora, alegori, parabel, dan fabel, personifikasi atau prosopopoeia, alusi, eponim, epitet, sinekdoke, metonimia, antonomasia, hipalase, ironi, sinisme, dan sarkasme, satire, inuendo, antifrasis, serta pun atau paranomasia.

Ternyat gaya bahasa begitu banyaknya (tercengang aku membacanya), dan bagi yang membutuhkan tambahan penjelasan bisa kirim e-mail ke arsyadriyadi@yahoo.com atau membaca langsung dari referensinya, yaitu buku Diksi dan Gaya Bahasa karangan Gorys Keraf, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama tahun 2004.
Ditulis oleh: Arsyad R Bahasa dan Sastra Updated at : 9:21 PM

Tuesday, March 6, 2012

Kiat Cepat Menulis Artikel Jurnalistik

Kiat Cepat Menulis Artikel Jurnalistik


Membaca buku Berani Menulis Artikel : Babak Baru Kiat Menulis Artikel untuk Media Massa Cetak, karangan Wahyu Wibowo, aku harus mengulanginya berulang-kali. Mungkin penyajiannya yang penuh filosofis, menantang pembaca untuk berani menulis artikel jurnalistik. Beruntung di akhir bab ada sedikit petunjuk praktis tentang kiat cepat menulis artikel jurnalistik. Tanpa basa-basi kubaca bagian terakhir..setelah melewati bagian-bagian yang belum paham.
`
Menurut buku tersebut ada beberapa kiat yang bisa dipakai atau bisa dikombinasikan sesuai keinginan :
Pilihan I : merumuskan topik
Pilihan II : membuat ragangan atau diagram
Pilihan III : merumuskan pertanyaan tesis
Pilihan IV : menyusun bodi artikel
Pilihan V : menulis pendahuluan dan simpulannya

Keenam pilihan kiat menulis tersebut, sesuaikan dengan kecocokan hati kita. Dan jangan lupa untuk memasukkan anasir humor, anekdot, atau lelucon seperlunya. Satu lagi menulis artikel jurnalistik ada batasannya sekitar tujuh halaman kertas ukuran kuarto. Artinya tidak mungkin memasukkan semua hal yang kita ketahui. Ungkapan latin ninium nocet, yang artinya "yang berlebih-lebihan akan merusak".

Sumber : Wibowo, Wahyu. 2007. Berani Menulis Artikel : Babak Baru Kiat Menulis Artikel untuk Media Massa Cetak. Jakarta : Gramedia
Ditulis oleh: Arsyad R Bahasa dan Sastra Updated at : 6:08 PM

Saturday, February 11, 2012

Resensi Buku

Pengertian
Resensi adalah suatu tulisan atau ulasan mengenai nilai suatu hasil karya atau buku. Tujuan resensi adalah menyampaikan kepada pembaca apakah sebuah buku atau hasil karya itu patut mendapat sambutan dari masyarakat atau tidak.

Dasar Resensi
Pertama, penulis resensi harus memahami sepenuhnya tujuan dari pengarang aslinya.
Kedua, ia harus memahami sepenuhnya apa maksudnya membuat resensi itu.

Sasaran Resensi
a. Latar belakang
b. Macam atau jenis buku
c. Keunggulan buku

Nilai
Seorang penulis resensi pada dasarnya telah memberikan pendapatnya mengenai nilai buku yang diresensinya. Mengeritik berarti memberikan pertimbangan, menilai dan menunjukkan kelebihan-kelebihan dan kekurangan-kekuranagan buku itu secara penuh tanggung jawab. Tugas pokok penulis resensi adalah memberi sugesti kepada pembaca apakah sebuah buku patut dibaca atau tidak. Ia harus melukiskan dasar-dasar bagi pendapatnya itu, serta kriteria-kriteria yang dipergunakan untuk membentuk pendapatnya itu.

Diringkas dari buku  Komposisi karangan Gorys Keraf Penerbit Nusa Indah tahun 2001.
Ditulis oleh: Arsyad R Bahasa dan Sastra Updated at : 5:40 PM

Sunday, January 15, 2012

Quantum Writer : Menulis dengan Mudah, Fun, dan Hasil Memuaskan

Memberesi rak buku..tanpa sengaja melihat Buku Quantum Writer : Menulis dengan Mudah, Fun, dan Hasil Memuaskan, yang ditulis oleh Bobbi DePorter.

Ada empat langkah menjadi quantum writer yang disebut dengan PAK!
P - Pusatkan Pikiran - Pusatkan pikiranmu; tuliskan beragamm ide dan point utama.
     Strategi : buat gugus dan tulis cepat
A - Atur - Atur poin-poin utamamu dalam Peta Pikiran dan sebuah kerangka.
     Strategi : buat peta pikiran dan kerangka
K - Karang - Fokus pada target penulisan dan buat draft karangan.
     Strategi : buat target dan draf
! - Hebat! - Optimalkan tulisanmu, buat menonjol.
     Strategi : hebat kreatif dan hebat kritik

Sumber : DePorter, Bobbi. 2009. Quantum Writer : Menulis dengan Mudah, Fun, dan Hasil Memuaskan (Terjemahan). Bandung : Kaifa
Ditulis oleh: Arsyad R Bahasa dan Sastra Updated at : 8:03 AM

Thursday, January 12, 2012

Proses yang Mengakibatkan Perubahan Makna : Penerjemahan Harfiah

Pemungutan konsep baru yang diungkapkan di dalam bahasa lain terjadi juga lewat penerjemahan kata demi kata, sehingga bentuk terjemahan baru itu memperoleh arti (makna) baru yang tidak dimiliki sebelumnya.
Kadang-kadang satuan leksikal yang kuno atau usang digunakan kembali dengan makna baru. Hal tersebut seperti terjadi di dalam pembentukan istilah Indonesia.
Kata kuno adalah satuan leksikal (kata, frase, bentuk majemuk) yang :
a. kehilangan acuannya di luar bahasa
b. mempunyai konotasi masa yang silam
c. berasal dari leksikon bahasa pada taraf sebelumnya
d. masih dapat dikenali secara tepat ataupun kurang tepat oleh penutur bahasa yang bersangkutan
Bentuk kuno antara lain :
ancala (gunung), andaka (banteng), bahana (terang, nyata), balian (dukun), basut (pancaran air), baginda (yang bahagia), cetera (payung kebesaran), curik (golok pendek), dahina ([siang] hari), danawa (raksasa), ganda (bau), graha (rumah), homan (korban kebakaran), inderaloka (surga), jauhar (intan), jihat (arah,sisi, pihak), kalakian (ketika itu), kawi (kuat, kukuh, sakti), kapok (semacam gong), langkara(mustahil), lepau (semacam beranda di belakang rumah), madukara (lebah), maharana (perang besar), narapati (raja), nayaka (menteri), rata (kereta perang zaman dahuku), serdam (sejenis suling), sida-sida (pelayan yang dikebiri), sumbuk (sebangsa perahu).

Kata usang adalah satuan leksikon yang sarat dengan konotasi.
Contoh : babu (pembantu rumah tangga [wanita]), jongos (pembantu rumah tangga [pria]), kacung (anak laki-laki), kuli (pekerja kasar), kuli (pekerja kasar), pelacur (tuna susila), manipol (manifesto politik), nasakom (nasionalisme, agama, komunis), rodi (pelaku kerja paksa [pada zaman Belanda]), romusha (pelaku kerja paksa [pada zaman Jepang]), kumico (barang keperluan sehari-hari), polma (surat kuasa), karambol (permainan bilyar), serdadu (prajurit), master (ahli hukum), hopbiro (markas besar polisi), grad (derajat), jaram (kompres dingin).

Bentukan baru yang memakai unsur lama, antara lain : satria mandala, bina graha, adalah bentukan baru yang tidak disesuaikan dengan kaidah hukum DM. Sebab jika mengikuti hukum DM seharusnya menjadi mandala satria dan graha bina.

Sumber : Djajasudarma, T Fatimah. 2010. Semantik 2 : Pemahaman Ilmu Makna. Bandung : PT Refika Aditama
Ditulis oleh: Arsyad R Bahasa dan Sastra Updated at : 1:55 AM
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...