Saturday, March 21, 2020

Mengenal Guritan : Antologi Puisi Jawa Modern (1940-1980)

Mengenal Guritan : Antologi Puisi Jawa Modern (1940-1980)

Guritan atau geguritan dapat ditemukan pada kesusastraan Jawa Mutakhir, yang biasa disebut Kasusastraan Jawa Gagrag Anyar (Kesusastraaan Jawa Modern).

Guritan tradisional terikat pada aturan tertentu :
1. jumlah gatra (baris) tidak tetap
2. setiap gatra berisi 8 wanda (suku kata)
3. bunyi akhir pada akhir gatra bersuara sama
4. permulaan guritan memakai perkataan sun gegurit, yang bermakna aku mengarang guritan.
Guritan ini berfungsi sebagai alat pendidikan dan alat untuk menyindir keadaan masyarakat.


Contoh :
Sun-gegurit :
Watake wong kampung Jati,
Satiti angati-ati,
Waning gawe weding juti,
Tresna mring janma sesami,
Bawa leksana ber budi,
Lega lila trusing budi,
Tuhu maring sakeh janji,
Bekting Gusti yayah wibi.

Artinya :
Ku-gurit :
Tabiat orang kampung Jati
Teliti dan berhati-hati
Berani bekerja dan takut jahat di hati
Cinta sesama manusia
Bersopan santun baik budi
Rela dan ikhlas sampai di hati
Benar-benar menepati janji
Tuhan, ayah ibu mereka berbakti.

Guritan seperti itu tidak muncul lagi pada sejarah kesusastraan modern yang berarti "puisi bebas". Bicara puisi bebas baik versi bahasa Jawa atau bahasa Indonesia sebenarnya hampir sama. Tidak ada pakem, baik jumlah baris per bait, jumlah suku kata, rima yang sama pada tiap baris, bahkan tujuan penulisan serta aturan ketat lainnya.

Guritan baru ini muncul dalam majalah dan surat kabar berbahasa Jawa seperti Kejawen, Penyebar Semangat, Jaya Baya, Panji Pustaka, Api Merdeka dan sebagainya. Perintis penulisan puisi Jawa modern ini misalnya R. Intoyo, Subagijo Ilham Notodidjojo, Nineik I.N, Khairul Anam, Joko Mulyadi, R. Sumanto, Purwadhie Atmodiharjo, Ismail, Ri, Tatiek Lukiaty, Hari Purnomo, Partiyah Kartodigdo, S. Wishnukuncahaya, Endang Sukarti, Sunyoto GN, Sustiyah, dan lain-lain.

Dalam perintisannya, guritan modern ini tentunya tidak mudah karena para redaktur pada waktu itu belum mau menerima atau menghargai kehadiran puisi seperti itu. Hal yang wajar memang, seperti saat sekarang banyak sekali pelatihan-pelatihan yang menghasilkan buku-buku berisi puisi-puisi produk pelatihan lepas dari pesertanya berbakat atau tidak. Produk mereka menimbulkan pro kontra baik dengan alasan pakem maupun hasilnya tidak nyastra.

Berikut contoh puisi yang ditulis oleh Tamsir A.S. yang berjudul Suling (ditulis pada akhr Januari 1957).

SULING
Suling thethulitan
awirama kuna
alelagon kuna
nganyut-nganyut ngelangut
endah
ngresepake
nanging aku gela, aku cuwa
wis waleh
nikmati wirama kuna
aku bisa nyipta
lelagon & wirama anyar
manut siliring angin
mekroking kembang
ombaking segara
nggawa gingsiran
angrenggani patamanan
ngikis pesisir, ngremuk ing karang
ayo padha lelagon anyar
wirama anyar
manut siliring angin anyar

Artinya :
Bunyi suling
berirama kuna
berlagu kuna
menghanyutkan pikiran
indah
menarik hati
tapi aku kecewa, aku kecewa
sudah bosan
menikmati irama kuna
aku dapat mencipta
nyanyian & irama baru
mengikuti embusan angin
bunga yang mekar
ombak laut
yang membawa perubahan
menghiasi taman
mengikis pantai
menghancurkan karang
mari kita sama-sama menyanyikan lagu baru
berirama baru
mengikuti embusan angin baru

Bisakan kita membedakan dua puisi di atas baik dari sisi bentuk maupun isinya. Isinya bukan lagi nasihat-nasihat tapi curahan hati penulisnya untuk menyuarakan bentuk baru. Tidak terpaku pada bunyi-bunyian usang dari suling tetapi mencipta bunyi-bunyian baru yang modern. Dan ketika menggunakan suling pun untuk menghasilkan bunyian baru yang beraneka macam hasilnya.

Bagi kita yang sedang belajar membuat guritan/puisi baik berbahasa Jawa maupun bahasa Indonesia tidak perlu berkecil hati. Proses masih sangat panjang untuk mencipta karya yang semakin berkualitas.

Berikut contoh-contoh guritan yang dimuat dalam buku Guritan : Antologi Puisi Jawa Modern (1940-1980) yang disusun oleh Suripan Sadi Hutomo.
Selamat menikmati

ILAT
Amung sawelat
Ambaning ilat

Prandene wasis murba misesa
Gawe begja cilakaning angga

Aywa kendhat
Ngreksa ilat

Njaga wetuning wicara saru
Kang njalari tatuning kalbu

Obahing ilat
Darbe kasiat

Lamun nuju prana bisa mikat
Yen tan pener, gawe oreging rat

(Karya Subagijo Ilham Notodidjojo dimuat dalam Panji Pustaka, No.17, XXII, 1 September 2604)
......................................................

ASMA SUCI
aku lelumban tengahing samudra rahmat
nikmat

lereng ning karang
sembahyang

nggoleki sangkaning dumadi
ning ngendi

jroning pepadhang neng awang-awang
suwung

jroning pepeteng katon sapucuk jarum
nglangut

iku dudu rupaNe
asmaNe

(Karya Priyanggana yang dimuat di Jaya Baya, No. 28, XVIII, 8 Maret 1964)
.........................................................

ING RUMAH SAKIT

ana nyonya tuwa, clathune : "Aku lara mata. Lara sing banget nganyelake."
ana ibu mudha, clathune: "Aku lara untu. Lara sing banget nganyelake."
ana taruna bagus, clathune: "Aku watuk pilek. Lara sing banget nganyelake."
ana kere boroken, clathune: "Aku kere. Aku luwe. Aku sing waras dewe."

Karya Rahadi Purwanto (Malang,  Juli 1975)

Oke..selamat berkarya...mulai menuliskan puisi sebagai curahan hati atas diri pribadi maupun sebagai wujud kepekaan sosial.



Ditulis oleh: Arsyad R Bahasa dan Sastra Updated at : 5:27 PM

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...