Thursday, March 19, 2020

Buku Sapardi Djoko Damono : Hujan Bulan Juni

Buku Sapardi Djoko Damono : Hujan Bulan Juni

aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu

aku ingin mencintaimu dengan sederhana :
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
                                                          (1989)

Puisi di atas seringkali aku dengar dibacakan oleh orang-orang, mapun dijadikan nulikan tulisan. Kutemukan pula dibacakan dengan manis melalui musikalisasi yang kudapatkan di youtube.

Tetapi aku salah menerka. Judulnya bukan Mencintaimu dengan Sederhana. Dalam buku Hujan Bulan Juni (Sepilihan Sajak Sapardi Djoko Damono) ternyata diberi judul Aku Ingin.

Berawal dari puisi Aku Ingin tersebut, aku berharap bisa menikmati puisi-puisi Sapardi Djoko Damono yang lain. Puisi yang mengisyaratkan atas kesederhaan dan keikhlasan. Bagaimana kayu menjadi abu adalah sebentuk cinta yang tak terungkapkan pada api yang membakarnya. Apakah kayu ingin mengucapkan terima kasih kasih kepada api yang mengubahnya menjadi abu. Kenapa kayu malah tidak marah kepada api. Apakah memang menjadi abu seolah menjadi sesuatu yang istimewa?
Tidak kah terpikirkan, ketika api yang membuat sebuah rumah terbakar? Wajar ketika seorang ibu memasak menggunakan kayu. Kayu itu membuat nasi menjadi matang karena ada api. Ketika kayu itu menjadi abu, berarti kayu itu telah menyelesaikan tugasnya untuk menyenangkan hati ibu tersebut.

Tapi bagaimana jika berubahnya kayu menjadi abu menyebabkan segalanya terbakar. Habis. Dan kayu itu tetap menganggapnya sebagai bentuk cinta. Cinta yang tak sempat terucap kepada api.

Demikian juga awan yang menghilang dianggap sebagai anugerah sehingga awan menganggap sebagai bentuk cinta tak  terkatakan kepada hujan. Bagaimana mungkin?

Tema Hujan sebagai tema pilihan kumpulan sajak ini boleh jadi menjadi sesuatu yang istimewa. Apapun yang terjadi akibat hujan entah membuat tanaman menjadi segar kembali, tanah kerontang kembali berisi, para petani yang bersyukur. Di sisi lain ada yang merasa dirugikan oleh hujan..entah membuat jualan es nya tak laku, bubarnya pedagang-pedagang pinggir jalan yang tak beratap, macetnya motor/mobil akibat jalanan banjir dan seambreg lain yang dianggap musibah.

Tetapi tetap saja dianggap sebagai bentuk cinta sederhana yang terkatakan oleh awan kepada hujan yang membuatnya tiada.

Eh dalam buku tersebut ada juga puisi yang berjudul Dalam Diriku...sangat romantis kurasa.
Kutuliskan ya...

Dalam Diriku
             Because the sky is blue
                         It makes me cry
                             (The Beatles)

dalam diriku mengalir sungai panjang,
darah namanya;
dalam diriku menggenang telaga darah,
sukma namanya;
dalam diriku meriak gelombang sukma,
hidup namanya!
dan karena hidup itu indah,
aku menangis sepuas-puasnya
                                      (1980)

Lah romantisnya di mana? (Ups)
Hidup itu indah
Aku menangis sepuas-puasnya

Kenapa bukan ditulis hidup ini indah dan aku tertawa sepuas-puasnya.
Romantisnya di situ....diksi menangis..tangis...air mata berhubungan erat dengan kepekaan jiwa yang melakukannya (lah ndak nyambung banget ya...).

Malah mumet sendiri...
Nanti disambung ketika pikiran kembali waras...(baca : bisa logis dalam menghayati)


Ditulis oleh: Arsyad R Bahasa dan Sastra Updated at : 1:42 AM

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...