Wednesday, April 15, 2020

Gorys Keraf : Diksi dan Gaya Bahasa

Buku diksi dan gaya bahasa ini merupakan lanjutan dari buku komposisi. Buku komposisi menjadi referensi untuk belajar mengarang sedangkan buku diksi dan gaya bahasa ini fokus pada komposisi tapi pada bagian retorika.

Retorika ini dapat didefinisikan sebagai suatu teknik pemakaian bahasa sebagai seni, baik lisan maupun tertulis, yang didasarkan pada suatu pengetahuan yang tersusun baik. Retorika ini bertujuan untuk mempengaruhi sikap dan perasaan orang melalui tulisan yang berbentuk prosa atau lisan seperti ceramah atau pidato.

Pilihan kata atau diksi
Pilihan kata atau diksi yang digunakan dalam melakukan retorika tidak hanya memperhatikan ketepatan pemakaian kata, tetapi juga harus memperhatikan apakah kata yang dipakai dapat diterima atau tidak merusak suasana yang ada.

Ketepatan pilihan kata atau diksi hendaknya memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut :
1. Membedakan secara cermat denotasi dari konotasi
2. Membedakan dengan cermat kata-kata yang bersinonim
3. Membedakan kata-kata yang mirip dalam ejaannya
4. Menghindari kata-kata ciptaan sendiri
5. Mewaspadai penggunaan  akhiran asing
6. Kata kerja yang menggunakan kata depan harus digunakan secara idiomatis
7. Harus membedakan kata umum dan kata khusus
8. Mempergunakan indria yang menunjukkan persepsi secara khusus
9. Memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah dikenal
10. Memperhatikan kelangsungan pilihan kata

Perubahan makna pada no. 9 meliputi :
1. Perluasan arti.
Misalnya kata bapak yang dulu dipakai dalam hubungan biologis, sekarang bisa dipakai untuk seseorang yang lebih tua atu lebih tinggi kedudukannya.

2. Penyempitan arti
Misalnya kata bau yang berarti bermacam-macam gas yang dapat dirasa oleh penciuman (wangi, apek, busuk) sekarang diartikan sebagai busuk.

3. Ameliorasi
Dalam ameliorasi arti yang baru dirasakan lebih tinggi nilainya dari arti yang lama.
Misalnya kata istri (sekarang) lebih tinggi nilainyai dari kata bini (dulu).

4. Peyorasi
Dalam peyorasi arti yang baru dirasakan lebih rendah nilainya dari arti yang lama.
Misalnya kata bunting diganti dengan kata hamil atau mengandung.

5. Metafora yaitu perubahan makna karena persamaan sifat antara dua obyek.
Misalnya istilah putri malam, manusia berhati serigala, penciuman yang tajam dan sebagainya.

6. Metonimi yaitu proses perubahan makna yang terjadi karena hubungan yang erat antara kata-kata yang terlibat dalam suatu lingkungan makna yang sama.
Misalnya kata kota yang berarti susunan batu yang dibuat mengelilingi suatu pemukiman sebagai pertahanan terhadap serangan dari luar berbeda dengan kata kota yang sering kita dengar. Istilah gereja yang berarti tempat ibadah umat kristen, juga berarti sebagai persekutuan umat kristen.


Gaya Bahasa atau Style
Gaya bahasa atau style dalam retorika dibatasi pada cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian pemakai bahasa.

Gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur yaitu kejujuran, sopan-santun, dan menarik. Kejujuran dalam bahasa berarti mengikuti aturan-aturan, kaidah-kaidah yang baik dan benar dalam berbahasa. Sopan-santun dalam berbahasa berarti memberi penghargaan atau menghormati orang yang diajak bicara/pembaca. Menarik dapat dilihat dari komponen sebagai berikut : variasi, humor yang sehat, pengertian yang baik, tenaga hidup (vitalitas), dan penuh daya khayal (imajinasi).

Gaya bahasa ini bermacam-macam yang bisa dilihat dari berbagai tinjauan. Dari segi nonbahasa, style atau gaya bahasa dibagi berdasarkan : 1) pengarang; 2) masa; 3) medium; 4) subyek; 5) tempat; 6) hadirin; dan 7) tujuan. Dari segi bahasa dibedakan dari 1) pilihan kata; 2) nada yang terkandung dalam wacana; 3) struktur kalimat; dan 4) langsung tidaknya makna.

Berdasarkan pilihan katanya, gaya bahasa bisa dikelompokkan menjadi gaya bahasa resmi, gaya bahasa tak resmi, dan gaya bahasa percakapan.

Berdasarkan nadanya, gaya bahasa dibagi menjadi gaya sederhana, gaya mulia atau bertenaga, dan gaya menengah.

Berdasarkan struktur kalimatnya dibedakan gaya bahasa klimaks, antiklimaks, paralelisme, antitesis, dan repetisi.

Berdasarkan langsung tidaknya maknanya dikenal gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan.
Gaya bahasa retoris meliputi aliterasi, anastrof, apofasis atau preterisio, apostrof, asindenton, polisendon, kiasmus, elipsis, eufemisme, litotes, histeron proteron, pleonasme atau tautologi, perifrasis, prolepsis atau antisipasi, erotesis atau pertanyaan retoris, silepsis dan zeugma, koreksio atau epanortosis, hiperbol, paradoks, dan oksimoron.
Gaya bahasa kiasan meliputi persamaan atau simile, metafora, alagori - parabel - fabel, personifikasi atau prosopopoeia, alusi, eponim, epitet, sinekdoke, metonimia, antonomasia, hipalase, ironi - sinisme - sarkasme, satire, inuendo, antifrasis, dan fun atau paranomasia.

Dengan mempelajari diksi dan gaya bahasa ini diharapkan kualitas berbahasa baik lisan maupun tertulis akan lebih baik. Penutur/penulis harus mampu memilih kata-kata yang tepat maupun menggunakan gaya bahasa yang tepat disamping syarat-syarat yang diperlukan lainnya.










Ditulis oleh: Arsyad R Bahasa dan Sastra Updated at : 4:38 PM

Monday, April 13, 2020

Tak Ada Yang Hilang

Tak ada yang hilang
Celotehan
Serpihan-serpihan ilalang
Tetes-tetes hujan
Menjadi cerita panjang

Tak ada yang hilang
Ketika dunia tergoncang pandemi
Ketika gelegar gemuruh gunung berapi
Ketika ombak kian menepi


Tak ada yang hilang
Saat berapa di lautan lepas
Tak hendak ada daratan
Biarkan ombak menggelegar
Di tengah derunya badai hujan

Tak ada yang hilang meskipun ada yang ingin menepi

Karangjengkol, 13 April 2020

Ditulis oleh: Arsyad R Bahasa dan Sastra Updated at : 3:37 PM
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...