Thursday, January 12, 2012

Proses yang Mengakibatkan Perubahan Makna : Penerjemahan Harfiah

Pemungutan konsep baru yang diungkapkan di dalam bahasa lain terjadi juga lewat penerjemahan kata demi kata, sehingga bentuk terjemahan baru itu memperoleh arti (makna) baru yang tidak dimiliki sebelumnya.
Kadang-kadang satuan leksikal yang kuno atau usang digunakan kembali dengan makna baru. Hal tersebut seperti terjadi di dalam pembentukan istilah Indonesia.
Kata kuno adalah satuan leksikal (kata, frase, bentuk majemuk) yang :
a. kehilangan acuannya di luar bahasa
b. mempunyai konotasi masa yang silam
c. berasal dari leksikon bahasa pada taraf sebelumnya
d. masih dapat dikenali secara tepat ataupun kurang tepat oleh penutur bahasa yang bersangkutan
Bentuk kuno antara lain :
ancala (gunung), andaka (banteng), bahana (terang, nyata), balian (dukun), basut (pancaran air), baginda (yang bahagia), cetera (payung kebesaran), curik (golok pendek), dahina ([siang] hari), danawa (raksasa), ganda (bau), graha (rumah), homan (korban kebakaran), inderaloka (surga), jauhar (intan), jihat (arah,sisi, pihak), kalakian (ketika itu), kawi (kuat, kukuh, sakti), kapok (semacam gong), langkara(mustahil), lepau (semacam beranda di belakang rumah), madukara (lebah), maharana (perang besar), narapati (raja), nayaka (menteri), rata (kereta perang zaman dahuku), serdam (sejenis suling), sida-sida (pelayan yang dikebiri), sumbuk (sebangsa perahu).

Kata usang adalah satuan leksikon yang sarat dengan konotasi.
Contoh : babu (pembantu rumah tangga [wanita]), jongos (pembantu rumah tangga [pria]), kacung (anak laki-laki), kuli (pekerja kasar), kuli (pekerja kasar), pelacur (tuna susila), manipol (manifesto politik), nasakom (nasionalisme, agama, komunis), rodi (pelaku kerja paksa [pada zaman Belanda]), romusha (pelaku kerja paksa [pada zaman Jepang]), kumico (barang keperluan sehari-hari), polma (surat kuasa), karambol (permainan bilyar), serdadu (prajurit), master (ahli hukum), hopbiro (markas besar polisi), grad (derajat), jaram (kompres dingin).

Bentukan baru yang memakai unsur lama, antara lain : satria mandala, bina graha, adalah bentukan baru yang tidak disesuaikan dengan kaidah hukum DM. Sebab jika mengikuti hukum DM seharusnya menjadi mandala satria dan graha bina.

Sumber : Djajasudarma, T Fatimah. 2010. Semantik 2 : Pemahaman Ilmu Makna. Bandung : PT Refika Aditama
Ditulis oleh: Arsyad R Bahasa dan Sastra Updated at : 1:55 AM

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...