Puisi Chairil Anwar tentang Cinta
Sumber : |
Membaca puisi Chairil Anwar tentang cinta membuat jiwa yang rapuh makin rubuh. Membaca puisi Chairil Anwar membuat jiwa yang kuat makin tak terkendali. Membuat yang menerima akan makin menerima. Coba resapi puisinya yang berjudul Senja di Pelabuhan Kecil, membuat kita makin pasrah dengan penantian yang tak bertepi. Atau mungkin menikmati puisi tersebut, sedangkan di sisi lain membayangkan diri sebagai binatang jalang dari kumpulan yang terbuang. Cintanya akan makin menderu...menggebu...lupa diri.
Pada puisi Chairil Anwar kali ini, yang berjudul Cintaku Jauh di Pulau, apakah yang akan kita rasakan. Seperti berikut ini puisinya :
CINTAKU JAUH DI PULAU
Cintaku jauh di pulau
gadis manis, sekarang iseng sendiri.
Perahu melancar, bulan memancar
di leher kukalungkan oleh-oleh buat si pacar.
angin membantu, langit terang, tapi terasa
aku tidak 'kan sampai padanya.
Di air yang tenang, di angin mendayu
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata
"Tujukan perahu ke pangkuanku saja".
Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh!
Perahu yang bersama 'kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?
Manisku jauh di pulau,
kalau 'ku mati, dia mati iseng sendiri.
..........................................................................
Membaca puisi Chairil Anwar tersebut, aku malah bingung sendiri dengan adanya kata-kata iseng sendiri. Cintaku jauh di pulau gadis manis, sekarang iseng sendiri atau kalau 'ku mati, dia iseng sendiri. Maksudnya apa ya? Apakah cinta Chairil Anwar hanya main-main. Ataukah si dia, yang tak punya rasa. Atau bahkan dia menjadi gila? Karena penantian yang berkepanjangan.
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?
Siapa sih sebenarnya yang meninggal. Apakah sih Chairil Anwar atau kekasihnya. Mati sebelum cinta keduanya bertemu. Ataukah sebenarnya cinta tak terbalas. Tapi kalau membaca bait terakhir "kalau 'ku mati, dia mati iseng sendiri", seolah-olah keduanya adalah soulmate, satu hati, Mati satu, yang satunya pun ikut mati. Tapi kok kesannya gimana. Kepasrahan pada takdir sebegitunya. Tidak ada energi untuk memancarkan cinta.
Yang penting menemui. Entah bertemu atau tidak. Entah terlambat atau tidak bukanlah menjadi soal. Yang penting hati ini ingin bertemu, entah kapan sampainya.
angin membantu, langit terang, tapi terasa
aku tidak 'kan sampai padanya.
Kenapa tidak dijelaskan, mengapa dia yakin bertemu dengannya. Mengapa dengan keyakinan yang seperti itu dia terus melajukan perahunya. Apakah sebenarnya pulau yang dituju tidak pernah ada. Ataukah pulau yang dituju sebegitu jauhnya, sehingga tidak mungkin ditempuh. Ataukah juga yang dianggap kekasih itu sudah 'raib'. Entah ke mana?
Setiap orang berhak menafsirkan puisi Chairil Anwar tersebut. Dengan benak yang berbeda-beda, penafsiran pun berbagai macam. Yang jelas dapat disimpulkan dari puisi berjudul Cintaku Jauh di Pulau adalah Chairil Anwar tidak pernah bertemu dengan seseorang yang dianggap kekasihnya. Ya...itu yang kurasakan.
No comments:
Post a Comment