Sesat Pikir, Hubungan Logika dengan Belajar Bahasa
Sesat pikir, yang saya kira lebih banyak ke sains maupun matematika ternyata salah satunya sangat terkait dengan bahasa. Jadi tidak ada salahnya, mempelajari buku Pengantar Logika dalam Belajar Berbahasa.
Pada bagian akhir buku Pengantar Logika yang ditulis oleh Jan Hendrik Rapar dibahas mengenai sesat pikir. Sesat pikir (fallacy, Inggris) merupakan kesalahan penalaran yang disebabkan oleh pengambilan keputusan yang tidak sahih.
Sesat pikir, dibagi dalam tiga jenis, yaitu sesat pikir karena bahasa, sesat pikir formal, dan sesat pikir material. Terkait dengan belajar bahasa, pada postingan kali ini, akan dibahas mengenai sesat pikir karena pemakaian bahasa. Untuk sesat pikir formal maupun sesat pikir material, tentunya tetap berpengaruh juga pada pemakaian bahasa. Tapi menurut penulis, sesat pikir bahasa yang lebih dulu perlu dibahas pada blog bahasa dan sastra ini.
Terjadinya sesat pikir karena bahasa dapat terjadi karena kesalahan sebagai berikut :
1. Menggunakan term ekuivokal
Term ekuivokal adalah term yang memiliki makna ganda. Misalnya jarak yang berarti sela antara dua benda atau yang dimaksud pohon jarak. Sesat pikir jenis ini disebut sesat pikir ekuivokasi (fallacy of equivocation).
2. Menggunakan term metaforis
Term metaforis artinya kata atau sekelompok kata yang tidak memiliki arti yang sederhana. Misalnya : Pemuda adalah tulang punggung bangsa. Sesat pikir jenis ini disebut sesat pikir metaforisasi (fallacy of methaporization).
3. Menggunakan aksen yang membedakan arti suatu kata
Ada kata-kata yang berbeda artinya karena perubahan aksen. Contohnya apel dalam apel bendera dengan apel buah. Sesat pikir jenis ini disebut sesat pikir aksen (fallacy of accent).
4. Menggunakan konstruksi kalimat bermakna ganda
Kamimat yang bermakna ganda disebut amfiboli (amphiboly). Susunan kalimat ini sedemikian rupa disusun agar mempunyai makna yang berbeda/ganda. Misalnya : Saya mencintai kekasihku, demikian juga dengan Maya. Kalimat ini bisa diartikan Saya mencintai kekasihku sendiri dan Maya juga mencintai kekasihnya Maya sendiri. Atau juga diartikam Saya mencintai kekasihku sendiri dan Maya juga mencintai kekasihku.
Kalau diamati, sesat pikir tersebut adalah hal yang lumrah dalam penggunaan bahasa, Kan tidak mungkin kita menghindari penggunaan metafora misalnya. Meskipun demikian, kita tentunya harus menghindari, terutama jika naskah yang kita tulis mengenai kategori non fiksi. Apalah artinya penggunaan kata-kata yang berbuih-buih tapi malah menimbulkan salah tafsir.
Demikian postingan mengenai sesat pikir, hubungan logika denga belajar bahasa semoga kita bisa terhindar darinya. Dan memang kalau melakukan sesat pikir segera sadar dan bukan malah sengaja melakukan sesat pikir untuk memanipulasi pikiran orang lain.
Kalau diamati, sesat pikir tersebut adalah hal yang lumrah dalam penggunaan bahasa, Kan tidak mungkin kita menghindari penggunaan metafora misalnya. Meskipun demikian, kita tentunya harus menghindari, terutama jika naskah yang kita tulis mengenai kategori non fiksi. Apalah artinya penggunaan kata-kata yang berbuih-buih tapi malah menimbulkan salah tafsir.
Demikian postingan mengenai sesat pikir, hubungan logika denga belajar bahasa semoga kita bisa terhindar darinya. Dan memang kalau melakukan sesat pikir segera sadar dan bukan malah sengaja melakukan sesat pikir untuk memanipulasi pikiran orang lain.
No comments:
Post a Comment