Tuesday, October 20, 2015

MUNDUR SELANGKAH DEMI KEDAMAIAN

Mundur selangkah demi kedamaian sengaja kujadikan judul untuk tulisan ini. Istilah lainnya adalah mengalah..tidak ingin dianggap menang..tidak ingin mendominasi dll.
Bagi saya hal ini menjadi sangat penting ketika dalam menjalin hubungan dengan pihak lain, terkadang harus bergesekan. Apalagi bertemu rekan/teman yang pada dasarnya punya karakter yang keras.

Tapi mengalah di sini, bukan berarti harus mengorbankan prinsip-prinsip hidup. Seringkali yang kita perdebatkan atau kita ributkan bukanlah hal-hal yang esensial/penting. Tetapi hanya hal yang sepele. Cuma karena ego yang muncul, emosi ikut campur tangan..sesuatu yang sepele tersebut seolah-olah menjadi sangat penting..sangat besar..dan patut untuk diperjuangkan.

Misalnya kita punya kesepakatan bahwa kantor yang ditempati harus dicat. Dicat itu penting..silakan diperdebatkan..apalagi sudah bertahun-tahun tembok dibiarkan begitu saja. Cat sudah memudar. Bercampur dengan lumut-lumut yang mulai menempel.

Tetapi untuk warnanya..mau kuning..pink..hijau muda..hijau tua..biru..merah tua..dan sebagainya. Tidak layaklah harus diperdebatkan sehingga menimbulkan perpecahan. Atau ketika ternyata tembok tersebut dicat warna yang tidak kita sukai...kebetulan hasilnya norak. Tidak perlulah kita olok-olok atau merasa benar..."Coba kalau kemarin dikasih warna pilihanku". Sekali lagi tidak perlulah.

Contoh yang lain. Diputuskan akhir tahun mau mengadakan piknik/refresing. Cukup itu yang diperdebatkan. Refreshing atau tidak. Bolehlah sedikit berdarah-darah. Misalnya bagi yang kontra beralasan..buat apa refreshing mending uangnya buat yang lain. Atau mungkin mengatakan buat apa refreshing, toh setiap saat kita selalu refreshing. Kerja santai. Tanpa ada tekanan. Prestasi kerja juga biasa-biasa saja. Apa yang di-refreshing-kan..dan lain-lain. Tetapi kalau memang sudah disepakati diadakan refreshing tidak perlu lah diributkan. Refreshingnya ke mana? Pakai baju apa? Keluarga boleh ikut atau tidak...Nah pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak perlulah diperdebatkan mati-matian.

Misalnya salah satu teman, misalnya namanya Anto sampai mengatakan, kalau perginya ke Bandung ikut. Kalau ke Yogya ya paling tidak ikut. Atau kalau anak istri tidak boleh ikut..ya saya tidak mau ikut.
Sialnya..pihak yang lain pun berpikiran yang tidak jauh beda..alias ngotot. Tidak mau ikut ya sudah. Kita juga tidak memaksa. Nah mendengar kata-kata tersebut, tentunya  teman kita, si Anto tambah panas.

Legawa..itu kata kuncinya. Mengalah. Untuk menghadapi hal-hal seperti itu ya..harus ada yang mengalah. Entah si Antonya atau teman yang lain. Karena bukan itu yang menjadi masalah. Bukan itu yang harus diributkan.

Dan memang..bukan hal yang mudah untuk mau mundur selangkah demi kedamaian bersama. Bisa karena masalah gengsi...gengsi dianggap kalah bicara..gengsi dianggap tidak berwibawa...gengsi karena pendapatnya tidak diakui dan seambreg kegengsian lain.

Toh ketika ada masalah...orang yang ribut-ribut tersebut cenderung lepas tangan..lepas tanggung jawab. Kita ambil contoh yang pertama, masalah mengecat. Ternyata cat yang dibeli tumpah..akhirnya kurang. Saya yakin kok..tipe-tipe yang meributkan warna paling bisanya bikin ribut...tidak akan mau mencari solusi..kelihatannya mencari solusi tapi ya hanya ingin ribut saja.

Atau menghadapi kejadian kedua, tiba-tiba agen bus yang dipesan melarikan diri. Saja jamin..orang-orang yang tidak legowo..tidak mau mengalah bisanya hanya ribut saja.

Ya..ini hanyalah pengamatan saya..boleh pas..boleh tidak. Yang penting mulai sekarang diniatkan..buat apa kita unggul atau kelihatan menang untuk hal-hal yang tidak esensial...tapi mengorbankan kenyamanan bersama.
Ditulis oleh: Arsyad R Bahasa dan Sastra Updated at : 4:02 AM

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...