Sunday, October 30, 2016

Bahasa Baku dan Bahasa Beku

Membaca buku Kesalahan Berbahasa Penggunaan EYD Panduan Lengkap Berbahasa yang Baik dan Benar Sesuai Permendikbud 2015 yang disusun oleh Gantamitreka dan Shokha, bacaan saya terhenti ketika menemukan istilah bahasa beku.

Kalau istilah kata bahasa baku sendiri, tentunya kita sering mendengar. Secara ringkasnya bahasa baku merupakan bahasa yang dipakai dalam suasana resmi. Misalnya dalam membuat surat-menyurat resmi, pengumuman resmi, laporan resemi, undangan-undangan dan sebagainya. Bahasa baku juga dipakai saat pidato resmi, ceramah, kuliah, kutbah dan sejenisnya. Demikian juga dalam pembuatan karangan, karya tulis ilmiah, skripsi, tesis, makalah dan tulisan resmi lainnya juga menggunakan bahasa baku.

Dari buku Kesalahan Berbahasa Penggunaan EYD tersebut dijelaskan arti dari bahasa beku. Bahasa beku merupakan bahasa yang dalam penggunaan sebenarnya salah tetapi dilihat dari kaidahnya, tetap dibenarkan. Penggunaan bahasa beku ini biasanya terkait dengan dokumen penting negara dan tata peribadatan agama.
1. Dalam Dokumen Penting Negara
Misalnya penggunaan kata beku dalam istilah-istilah berikut :
a. Maha Esa
Kata "Maha Esa" seharusnya ditulis "Mahaesa" karena semua kata dasar yang mendapat awalan asing ditulis serangkai. Tetapi, karena dari awal penulisan Maha dan Esa dipisah, maka penulisan tersebut dianggap benar dan dibenarkan.
b. PBB dan UUD
Penulisan "PBB" dan "UUD" seharusnya ditulis sebagai "PB" dan "UD". Coba bandingkan dengan penulisan "TK" yang berati "Taman Kanak-Kanak"  (bukan ditulis sebagai "TKK" kan?). Meskipun demikian penulisan "PBB" dan "UUD" itu benar dan dibenarkan. Tentunya kita akan lebih mengenal istilah "PBB" dan "UUD" tersebut ketimbang menggunakan istilah "PB" dan "UD".

2. Dalam Tata Peribadatan Agama
a. Allah, yang seharusnya dibaca /allah/ tetapi dibaca /alloh/ bagi umat Islam dan tetap /allah/ bagi umat Kristen.
b. Amin, yang seharusnya dibaca /amin/ tetapi dibaca /amen/ bagi umat Kristen dan tetap /amin/ bagi umat Islam.
c. Ramadan, yang seharusnya dibaca /ramadan/ tetapi dibaca /romadon/ bagi umat islan atau /ramadan/ bagi orang awam.

Pengucapan-pengucapan tersebut diatas adalah benar dan dibenarkan. Justru akan menjadi "aneh" ketika dipaksakan menggunaan kaidah EYD. Bukankah penggunaan kata-kata tersebut terlahir jauh-jauh hari sebelum EYD disahkan?
Sehingga tidak perlu bingung atau memperdebatkan penggunaan kata-kata yang "nampak keliru" maupun "tidak konsisten" tanpa memahami latar belakang munculnya kata-kata tersebut.

Dan setelah membaca apa itu  "Bahasa Beku", bagi saya sudah sangat jelas alias clear. Karena penggunaan kata-kata tersebut selama ini kadang membingungkan diri saya.
Selamat belajar berbahasa.

Sumber : Gantamitreka dan Shokha. 2016. Kesalahan Berbahasa : Penggunaan EYD. Solo : Genta Smart Publisher
Ditulis oleh: Arsyad R Bahasa dan Sastra Updated at : 7:40 PM

Saturday, October 15, 2016

Puisi Chairil Anwar : Orang Berdua

Orang Berdua

Kamar ini jadi sarang penghabisan
di malam yang hilang batas

Aku dan dia hanya menjengkau
rakit hitam

'Kan terdamparkah
atau terserah
pada putaran pitam?

Matamu ungu membatu.
Masih berdekapkankah kami atau
mengikut bayangan itu?
Ditulis oleh: Arsyad R Bahasa dan Sastra Updated at : 10:13 PM

Friday, October 14, 2016

Puisi Chairil Anwar : Selamat Tinggal

Aku berkaca

Ini muka penuh luka
Siapa punya?

Kudengar seru menderu
..... dalam hatiku? .....
Apa hanya angin lalu?

Lagu lain pula
Menggelepar tengah malam buta

Ah.........................??

Segala menebal, segala mengental
Segala tak kukenal ............................!!
Selamat tinggal .............................!!
Ditulis oleh: Arsyad R Bahasa dan Sastra Updated at : 10:10 PM

Thursday, October 13, 2016

Puisi Chairil Anwar : Hampa

Hampa
                                            kepada Siti
Sepi di luar. Sepi menekan mendesak.
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memagut,
Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti
Sepi
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat-mencekung punda
Sampai binasa segala. Belum apa-apa
Udara bertuna. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Dan menanti

Ditulis oleh: Arsyad R Bahasa dan Sastra Updated at : 10:07 PM

Wednesday, October 12, 2016

Roman Sastra Indonesia - Aki


Roman sastra Indonesia selanjutkan yang akan dikupas berjudul Aki, sebuah karya Idrus, diterbitkan pertama kali oleh Balai Pustaka tahun 1949.

Tema Cerita 
Kemauan dan semangat hidup yang tinggi bisa membuat seseorang dapat bertahan hidup dan menjalaninya dengan penuh gairah.

Tokoh-tokoh 
1. Aki, seorang lelaki pengidap penyakit TBC
2. Sulasmi, istri Aki yang setia
3. Akbar dan Lastri, anak dari pasangan Aki dan Sulasmi

Ringkasan Cerita
Aki, seorang lelaki umur 29 tahun penderita TBC, memiliki tubuh yang kurus kering dan bongkok serta memiliki wajah yang jauh lebih tua dari usianya. Karena penyakitnya dia sering tidak masuk kantor. Bagi yang tidak mengenalnya mungkin akan mengolok-olok keadaan fisiknya. Kondisi ini berbeda dengan teman-teman kantornya yang begitu menghormati dan menyayanginya. Pekerjaan Aki selalu memuaskan.

Pada suatu ketika, penyakit TBC yang diderita Aki bertambah parah. Nafasnya berhenti. Sulasmi, istri Aki begitu sedihnya. Air mata bercucuran. Namun, tiba-tiba dia melihat Aki membuka matanya dan tersenyum kepadanya. Aki berkata akan meninggal tanggal 16 Agustus tahun mendatang.

Setelah kejadian itu, tubuh Aki segar bugar. Badannya makin gemuk. Rambutnya habis dicukur. Kemudian, Aki mengajaukan permohonan berhenti dari pekerjaannya untuk menyiapkan kematiannya pada bulan Agustus tahun mendatang. Teman-teman sekantornya menganggap Aki telah menjadi gila. Pimpinannya mengamati tingkah laku Aki. Ternyata tidak ada ada yang aneh. Pekerjaan Aki beres semua. Tidak ada kesalahan sama sekali.

Tibalah tanggal 16 Agustus, yang dikabarkan sebagai tanggal kematian Aki. Anak-anak Aki, Akbar dan Lastri tidak masuk sekolah. Seluruh penghuni kantornya juga sibuk luar biasa. Mobil kantor dihiasi bunga-bungaan. Pimpinan kantor sibuk menghapalkan pidato yang akan diucapkan pada penguburan Aki. Salah satu pegawa kantor mengarang sebuah puisi berjudul "Lagu Aki". Seluruh penghuni kantor menyanyikan lagu Aki diiringi orkes "beringin" (catatan saya : ??????). Karena lagu tersebut, pengarang lagu akhirnya di penjara. Di penjara, pengarang lagu itu menggembor-gemborkan dirinya sebagai orang hebat karena hanya orang hebat yang dipenjara karena karangannya.

Aki mengenakan pakaian paling bagus yang dimilikinya untuk menghadapi malaikat maut pada pukul 3 nanti. Anak-anaknya disuruh keluar, istrinya diperintahkan membelakanginya agar ia tidak melihat perjuangan dirinya dalam menghadapi kematiannya.

Sunyi senyap. Pukul tiga lewat dua puluh menit, Sulastri memberanikan diri melihat kondisi suaminya. Sang suami tak bernapas. Tak bergeming, ketika ia memanggil namanya berulang-ulang. Sulasmi menangis meratapi kematian suaminya. Kemudian Sulasmi keluar, dan memberitahukan kematian suaminya.

Orang-orang sibuk. Ada yang menyiapkan kereta jenazahnya ada yang berebutan melihat jenazah Aki. Selang beberapa waktu, orang-orang yang masuk ke kamar Aki berhamburan ke luar. Sulasmi kebingungan. Tidak ada yang menjelaskan apa yang terjadi. Orang-orang yang diluar pun penasaran.

Aki sedang merokok. Aki belum mati. Aki hanya tertidur dan terbangun mendengar keributan di sekitarnya. Aki berkata bahwa ia tidak mau mati sebelum mencapai 60 tahun.

Sejak peristiwa itu, Aki nampak sehat. Kehidupan keluarganya diliputi kebahagiaan. Aki kelihatan jauh lebih muda. Pada usia 42 tahun, dia nampak seperti berusia 29 tahun. Aki bahkan menggantikan posisi pimpinan kantornya yang telah meninggal terlebih dahulu. Dia juga kuliah di Fakultas Hukum bersama orang-orang yang usianya jauh di bawahua. Semangat hidupnnya bangkit kembali. Ia berkata pada istrinya, bahwa ia ingin hidup yang lebih lama lagi sampai usia ratusan tahun.

Sumber : rani, Abdul Supratma dan Sugriati, Endang. 1999. 115 Ikhtisar Roman Sastra Indonesia. Bandung : CV Pustaka Setia




Ditulis oleh: Arsyad R Bahasa dan Sastra Updated at : 4:55 AM

Sunday, October 9, 2016

Roman Sastra Indonesia - Air Mata Seni

Melanjutkan postingan sebelumnya mengenai roman sastra Indonesia, saya ingin menuliskan secara mendalam berbagai karya roman itu sendiri. Tentunya dengan berbagai keterbatasan, karena minimnya referensi yang saya punya, Idealnya sih, dengan cara membaca romannya secara langsung baru membuat review atau ringkasannya.
Akhirnya, sementara saya mengambil dari buku Ikhtisar Roman Sastra Indonesia dulu. Bukan maksudnya melakukan plagiat, tetapi lebih sebagai upaya untuk mengenal roman Indonesia dengan  cepat dan banyak. Tentunya dengan harapan, setelah membaca ringkasan atau ikhtisarnya akan semakin terobsesi (baca : bersemangat tinggi) untuk membaca atau berburu naskah-naskah roman Indonesia tersebut.

Saya awali dari roman pertama yang berjudul Air Mata Seni.
Air Mata Seni merupakan  merupakan salah satu roman sastrawan Balai Pustaka, Rustam Efendi. Sesuai ciri khas roman angkatan Balai Pustaka (angkatan 30), roman ini mengangkat tema dari golongan masyarakat intelek.

Tema Cerita 
Cinta seorang wanita yang akhirnya luntur karena terpengaruh ketampanan dan harta kekayaan.

Tokoh-tokoh 
1. Elina : seorang wanita cantik tamatan HBS.
2. Indra : seorang pelukis Indonesia yang ingin mengangkat seni lukis Indonesia.
3. Darwin : seorang pemuda Belanda tamatan Akademi Menggambar di Eropa yang juga mengikuti lomba melukis. Dia sangat yakin lukisannya yang bergaya modern dapat mengalahkan lukisan Indra

Ringkasan Cerita
Elina, seorang gadis yang berparas cantik, puteri Sutan Pangeran yang menjadi kejaran banyak laki-laki di kampungnya. Tetapi tanpa alasan yang jelas, Elina selalu menolak laki-laki yang menghampirinya.
Hingga pada suatu ketika, Elina yang sedang berjalan sendirian dikejar-kejar kerbau yang mengamuk. Dia ketakutan dan lari sekencang-kencangnya. Di sinilah cerita dimulai.

Indra, seorang pelukis, melihat kejadian tersebut. Tanpa berpikir panjang, Indra menolong gadis itu sehingga lepas dari bahaya. Indra sendiri terluka tangannya. Kemudian, diantar oleh Erlina, Indra ke rumah sakit dan dirawat di sana. Erlina senantiasa menemani dan merawatnya.

Sepulang dari rumah sakit, mereka pulang bersama-sama. Dalam perjalanan pulang, Elina tergelincir dan hampii jatuh. Indra kembali menolong gadis tersebut. Keduanya semakin akrab.

Hampir tiap hari Elina datang ke rumah Indra. Bahkan Elina menjadi model lukisan Indra. Lukisan tersebut nantinya akan dilombakan di Jakarta.

Pada suatu malam Indra mengajak Elina menonton film di kota mereka. Keduanya mampir di sebuah restoran. Di tengah suasana romantis, dengan diiringi musik yang sangat lembut tiba-tiba ada seseorang yang menghampiri mereka. Darwin, pemuda Belanda, mengajak Elina untuk berdansa. Elina terpesona oleh ketampanan Darwin dan akhirnya memenuhi keinginan Darwin untuk  berdansa bersamanya. Indra ditinggalkan. Indra sakit hati. Marah. Menyesali diri. Cemburu. Tetapi Indra tidak dapat berbuat apa-apa. Indra akhirnya meninggalkan tempat itu. Meninggalkan Elina dan Darwin.

Sejak kejadian itu, hubungan antara Indra dan Elina makin renggang. Elina semakin jarang mengunjungi rumah Indra. Sebaliknya hubungan Elina dengan Darwin semakin dekat. Indra semakin marah. Dibakar cemburu. Dia ingin merobek lukisan Elina yang akan dilombakan di Jakarta. Tetapi, Indra mengurungkan niatnya karena sayembara melukis sudah semakin dekat.

Pada suatu hari, Elina datang ke rumah Indra untuk berpamitan. Elina hendak pergi ke Jakarta selama seminggu bersama Darwin. Akhirnya pergilah Elina ke Jakarta.
Di Jakarta, Erlina makin terbuai oleh kehidupan yang berbau barat. Gaya hidup baru, kemewahan yang ditawarkan Darwin semakin membuat Erlina makin terbuai. Hingga akhirnya, Darwin meminta Erlina untuk menjadi model lukisannya. Ia menyetujui bujukan Darwin. Bahkan bujukan akan menjadi istrinya kalau lukisan Darwin bisa memenangi sayembara lomba melukis nantinya. Namun, jika Indra yang memenangi sayembara tersebut maka Elina akan dikembalikan ke Indra.

Pengumuman hasil sayembara tiba. Ternyata Indra yang memenangin sayembara tersebut. Dengan berat hati Darwin menyerahkan Elina kepada Indra. Tetapi kenyataan berkata lain. Indra tidak mau menerima Elina. Indra meragukan kesucian Elina yang sudah terlalu lama dalam pergaulan bersama Darwin. Elina berusaha meyakinkan Indra kalau dirinya masih suci. Tetapi, Indra tetap tidak mau menerimanya.

Indra tidak mau melihat atau menemui Elina lagi. Bahkan, ketika Elina datang mengunjungi rumahnya. Elina diusir. Malang tak dapat ditolak, sepulang dari rumah Indra, Elina tertabrak mobil. Melihat kejadian tersebut, Indra menolong Elina dan membawanya ke rumah sakit. Elina makin kritis dan diakhir hidupnya, Elina berpesan kepada salah satu perawat bahwa ia sangat berharap Indra mau mengakui kesucian dan tetap tabah ditinggalkan dirinya.

Erlina meninggal. Indra terpukul. Dalam penyesalannya yang mendalam, Indra akhirnya memutuskan mengembara tanpa tujuan. Hartanya diserahkan kepada teman-teman seprofesinya.

Indra sangat menyesali kebodohan dan keangkuan sikapnya terhadap Elina. Tetapi sudah tidak ada gunanya lagi. Pergi sejauh-jauhnya. Mengembara entah ke mana.

Demikian ulasan atau ikhtisar tentang roman karya Air Mata Seni karya Rustam Efendi. Semoga bermanfaat dan menginspirasi.
Salam sastra Indonesia

Ditulis oleh: Arsyad R Bahasa dan Sastra Updated at : 3:47 AM
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...