Sunday, March 29, 2015

Penciptaan Arti dalam Puisi Tragedi Winka & Sihka

Sutardji Calzoum Bachri
Sumber gambar  : krisbheda.wordpress.com
Penciptaan arti ini merupakan konvensi kepuitisan dalam bentuk visual tidak mempunyai arti secara linguistik tetapi menimbulkan makna dalam sastra yang dimaksud. Penciptaan arti ini merupakan teks di luar linguistik. Di antaranya adalah pembaitan, enjembement, persajakan (rima), tipografi, dan homologues. Penciptaan arti ini yang akan diterapkan pada puisi Sutardji Calzoum Bachri yang berjudul "Tragedi Winka & Sihka"

Penciptaan arti ini, dikupas oleh Prof. Dr. Rachmat Djoko Pramono dalam buku Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik dan Penerapannya. Dikemukakan oleh Riffaterre (1978:1) sebagaimana dikutip oleh Pramono (2008:124) bahwa puisi dari dulu sampai sekarang selalu berubah karena evolusi selera dan konsep estetik yang selalu berubah dari satu periode ke periode selanjutnya. Karya sastra itu merupakan ekspresi yang tidak langsung, yaitu menyatakan pikiran atau gagasan secara tidak langsung, dengan cara lain.

Ketidaklangsungan ekspresi tersebut, disebabkan oleh tiga hal, yaitu karena penggantian arti, penyimpangan arti dan penciptaan arti. Di sinilah kekuatan dari puisi "Tragedi Winka & Sihka", yang mampu menghasilkan penciptaan arti dari bentuk visualnya. Kalau kita menirunya, apakah mungkin karya kita bisa dianggap fenomental dan revolusioner seperti Sutardji

Coba kita perhatikan kembali puisi Sutardji Calzoum Bachri yang berjudul "Tragedi Winka & Sihka" sebagai berikut.

TRAGEDI WINKA & SIHKA

kawin
    kawin
        kawin
            kawin
                kawin
                     ka
                    win
               ka
            win
           ka
         win
      ka
   win
ka
    winka
        winka
            sihka
               sihka
                  sihka
                        sih
                     ka
                  sih
               ka
            sih
          ka 
       sih
    ka
  sih
ka
   sih
      sih
         sih
            sih
               sih
                  sih
                     ka
                         Ku

Perhatikan baik-baik puisi di atas. Kata-kata yang ada maknanya secara kamus hanyalah kawin dan kasih. Tentunya secara linguistik kata winka dan sihka tidak mempunyai makna apapun. Tetapi tampilan visual dari susunan kata-kata tersebut yang akhirnya menimbulkan makna yang berbeda. Kata kawin yang sampai 5 baris tentu ada maknanya (misalnya perkawinan yang utuh sampai 5 tahun saja). Ketika kata kawin berubah menjadi winka, artinya perkawinan tersebut menjadi berantakan.

Hebatnya, pembalikan kata kawin menjadi winka bisa diterimakan oleh para penikmat sastra bahkan orang awam (khususnya bagi yang pro atau ngefans sama penyairnya). Padahal jelas-jelas di kamus pun tidak ada artinya. Kenapa perkawinan yang yang berantakan tersebut tidak digantikan dengan kata-kata yang lain misalnya selingkuh atau cerai. Ya..kelihatannya malah puisi Tragedi Winka & Sihka ini malah tidak menjadi fenomenal. Alasan  yang sama juga bisa diterapkan dengan penggunaan kata sihka sebagai lawan dari kata kasih (yang tidak menggunakan kata "benci" misalnya).

Demikian juga dengan bentuk hurufnya yang dibuat zig zag. Tentunya ada maknanya tidak menuliskan kata-kata secara lurus baik vertikal maupun horizontal, bentuk lingkaran, bentul elips, bentuk persegi dan seterusnya. Bentuk zig zag bisa diartikan bentuk yang penuh liku-liku, seperti yang dialami orang yang berumah tangga.

Sebagai contoh penciptaan arti karena bentuknya yang homologues bisa ditemukan pada sajak pantun yang berisi baris-baris sejajar. Baris-baris yang sejajar baik bentuk visual maupun bentuk kata-katanya, perjajaran suara menyebabkan timbulnya arti yang sama.
Misalnya :
Berakit-rakit ke hulu
Berenang-renang ke tepian
Bersakit-sakit dahulu
Bersenang-senang kemudian

Bagaimana? Asyik bukan? Ternyata puisi bukan sekedar berisi kata-kata yang bermakna secara linguistik tetapi bisa menghasilkan makna berbeda. Adanya unsur non linguistik ini dalam bentuk visual yang unik dan menarik menjadikan sebuah karya puisi menjadi begitu indah dan memiliki makna yang mendalam.
Siapa mau mencoba?

Sumber bacaan :

Pradopo, Rachmat Joko. 2008. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Pustaka Pelajar.
Ditulis oleh: Arsyad R Bahasa dan Sastra Updated at : 11:25 PM

Saturday, March 28, 2015

Mengenal Sutardji Calzoum Bachri

 

Sutardji Calzoum Bachri O Amuk KapakSiapa yang tidak mengenal puisi Tragedi Winka & Sihka? Dan tidak puas rasanya kalau kita tidak mengenalnya. Dialah Sutardji Calzoum Bachri, yang diberi gelar “presiden” penyair. Kalau Amir Hamzah dikenal sebagai Raja Penyair Pujangga baru, maka Sutardji dikenal sebagai presiden penyair modern Indonesia.

Sajak-sajak Sutardji dianggap fenomenal dan sekaligus kontroversial. Dalam sajak-sajaknya dia menemukan bahasa pengucapannya sendiri dan sekaligus menciptakan konsep dan pengertian baru tentang bahasa sajak. Karya-karya sajaknya menjadi perdebatan sengit apakah karya-karyanya tersebut layak dianggap sebagai karya sajak, seperti halnya karya sastra.

Dalam sebuah kredo pusisi yang dikukuhkannya pada tanggal 30 Maret 1973 di Bandung, dia menuangkan konsep kepenyairannya sebagai berikut. “Kata-kata bukanlah alat mengantarkan pengertian. Dia bukan seperti pipa yang menyalurkan air. Kata adalah pengertian itu sendiri. Dia bebas.”

Kalau dibandingkan dengan kursi, maka kata adalah kursi itu sendiri dan bukan sebagai tempat untuk duduk. Dibandingkan dengan pisau, maka kata adalah pisau itu sendiri dan bukan alat untuk memotong atau menikam.

Kumpulan sajaknya, Amuk (1977) mendapatkan Hadiah Puisi DKJ 1976/77. Kumpulan sajaknya yang lain : O (1973), Amuk (1979), dan O Amuk Kapak (1981). Sajak-sajak dalam bahasa Inggris dimuat dalam Harry Aveling (ed.), Arjuna in Meditation (Calcuta, 1976).

Kumpulan cerpennya yang telah diterbitkan adalah Hujan Menulis Ayam (2001). Bersama Taufiq Ismail dan Slamet Sukirnanto beliau menjadi editor buku Mimbar Penyair Abad 21 (1996). Sajak-sajaknya juga dimuat dalam antologi yang terbit di luar negeri : Writing from the World (Amerika Serikat), Westerly Review (Australia), Dichters in Rotterdam (Belanda, 1975), dan Ik Will Nog Duizend Jaar Leven, Negen Moderne Indonesisdie Dichters (Belanda, 1979).

Berbagai penghargaan telah diraihnya, seperti Hadiah Sastra ASEAN tahun 1979. Hadiah seni tahun 1993 dan pada tahun 1998 menerima Anugerah Sastra Chairil Anwar. Sutardji Calzoum Bachri dianggap sebagai pelopor “Angkatan 70”.

Begitulah sekilas mengenai Sutardji Calzoum Bachri yang kukenal lewat puisi Tragedi Winka & Sihka. Semoga bisa memburu karya-karyanya yang lain.

Sumber :

Ensiklopedi Sastra Indonesia. 2004. Bandung : Titian Ilmu

Ditulis oleh: Arsyad R Bahasa dan Sastra Updated at : 5:25 PM

Thursday, March 26, 2015

Puisi Chairil Anwar : Selamat Tinggal

Chairil Anwar
Sumber : https://rahmatnawisiregar.wordpress.com














SELAMAT TINGGAL

Aku berkaca

Ini muka penuh luka
Siapa punya?

Kudengar seru menderu
.....dalam hatiku? .....
Apa hanya angin lalu?

Lagu lain pula
Menggelepar tengah malam buta

Ah.....................................??

Segala menebal, segala mengental
Segala tak kukenal .................................!!
Selamat Tinggal ...............................!!

------------------------------------------------------
Selamat Tinggal adalah salah satu puisi karya Chairil Anwar yang tidak bisa kupahami. Di benakku susunan kata-katanya tidak runtut. Bagaimana alur cerita dari puisi tersebut tidak kumengerti.

Saat mengatakan "Aku berkaca" terus diikuti kata-kata "Ini muka penuh luka. Siapa punya?"
Apakah yang dimaksudkan. Lukanya berasal dari mana? Apakah luka karena perang ataukah luka secara psikis. Siapa punya? Ini pertanyaan buat siapa? Ataukah sekedar pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban. Ataukah dia merasa tidak ada seorang pun yang memilikinya atau berharap akan kehadirannya. Ada nada keputuasaan. Seolah-olah tidak ada orang lain yang punya harapan padanya.

Kudengar seru menderu
.....dalam hatiku? .....
Apa hanya angin lalu?

Bagaimana ceritanya kok dilanjutkan dengan bait-bait seperti ini. Apa hubungannya dengan bait pertama, Kelihatan meloncat-loncat alur ceritanya, Ini setidaknya menurut saya.
Bagaimana mungkin menganggap gemuruhnya hatinya sekedar angin lalu. Apakah yang dimaksudkan, dia mulai gelisah. Gugup. Mulai kehilangan kesadaran.

Lagu lain pula
Menggelepar tengah malam buta

Lagu lain apa yang menggelepar di tengah malam buta. Selain kegelisahan yang dirasakannya apakah semakin bertambah dengan hadirnya bunyi-bunyian lain yang entah..dianggap memekakan telinga atau setidaknya membuat dirinya makin gundah. Gelisah, Semakin tidak terkendali.
Sampai akhirnya dia mulai menyerah.

Ah.....................................??

Segala menebal, segala mengental
Segala tak kukenal .................................!!
Selamat Tinggal ...............................!!

Apanya yang menebal apanya yang mengental. Apakah kesadarannya mulai nyaris hilang. Tidak mampu merasakan apa-apa lagi. Tidak bisa mengenali dirinya sendiri. Tidak bisa mengenali orang lain, Semakin melemah. Merasa sendiri. Sampai akhirnya hanya menyisakan kata-kata 
"Selamat Tinggal...................."
Mudah-mudahan dengan sedikit senyum di bibir.
Ditulis oleh: Arsyad R Bahasa dan Sastra Updated at : 10:48 PM

Monday, March 2, 2015

Mistik dalam Cerita Pendek

Agus Pribadi atau biasa dipanggil Mas Agus adalah seorang penulis yang sangat telaten. Saat bergabung dengan kompasiana tak kurang 600 tulisannya bertengger di sana, Karya-karyanya banyak yang dimuat di surat kabar lokal maupun nasional.  Seperti Ada Gadis Berkepala Gundul (tabloid minggu Pagi), Sihir Bisa Ular (Suara Merdeka), Perempuan Tua yang Selalu Memandang ke Bawah (Tabloid Cempaka) dan puluhan lain karyanya yang termuat di Satelitpos.

Bagi Mas Agus sendiri, menulis adalah melalui proses yang sangat panjang. Menulis..menulis,,dan menulis saja, Apa saja yang dirasakan yang dipikirkan segera dituliskan. Alhasil, ratusan artikel/cerpen banyak terpampang di berbagai media, baik media cetak maupun di berbagai blog (baik blog keroyokan maupun blog pribadi).

Cerpennya yang berjudul Gadis Penungggu Embun (Serahim Nira, Buku Antologi Pemenang Lomba Cerpen 2012) dan Gadis Jelita dan Seekor Buaya (Note Facebook Agus Pribadi, Pemenang Pertama Event Fiksi Sensual Fiksiana Community, 02 September 2013).  Belum lagi prestasi lain dalam penulisan karya ilmiahnya. Seorang jebolan Biologi bukan hanya menuliskan karya sesuai latar belakang kuliahnya tetapi juga piwai meramu kata-kata menjadi kalimat yang penuh makna.

Memang dalam pengamatan saya, selain aneh, unik dan menggelitik karya-karya beliau kental nuansa mistiknya. Seperti dalam kumpulan cerpen  pertamanya yang diberi judul Gadis Berkepala Gundul. Cerpen berjudul Gadis Penunggu Embun, menjadi pilihan pertama dari buku tersebut. Diceritakan seorang gadis bernama Sulasih, yang tiap hari duduk menunggu di suatu taman kota. Sedangkan tokoh aku (Anton), sebagai seorang laki-laki yang ditinggal mati istrinya padahal baru sebulan menikah. Sulasih, gadis penunggu embun itu  yang akhirnya bisa menggetarkan hatinya. Hubungan keduanya makin dekat. Bagaimana kelanjutannya? Siapa gadis tersebut? Mengapa dia selalu menunggu embun? Ending yang tak terbayangkan.

Judul keduanya yang berjudul Cicak, tentang seorang Ibu yang meyakini salah satu anaknya pergi dari rumah, dianggapnya telah berubah menjadi seekor cicak. Hal ini dibuktikan dengan bertambahnya jumlah cicak di dinding dan atap kamar anaknya persis bertepatnya anaknya menghilang. Bagaimana kisah cicak tersebut? Ke mana sebenarnya anaknya menghilang? Benarkah cicak tersebut hasil dari "muksa" nya anaknya menjadi misteri dari cerita ini.

Untuk cerpen-cerpen yang lain, baca saja kumpulan cerpen tersebut. Ada Hikayat Sepotong Lidah yang bagi saya "tak tega" membayangkan solusi yang dilakukan oleh tokoh utama. Aneh, takjub. Kok begitu. Tidak adakah solusi yang lain. Atau bagaimana kisah Gadis Berkepala Gundul. Mengapa dia begitu percaya diri dengan gundul di kepalanya. Apa yang menjadi sebab seorang perempuan tua yang selalu memandang kebaya. Dan terakhir cerita mengenai Buaya Sungai Serayu, cerita yang sangat panjang untuk ukuran sebuah cerpen, namun tetap asyik untuk dinikmati. Seperti arti cerpen sebagai karya yang habis baca dalam sekali duduk.


Ditulis oleh: Arsyad R Bahasa dan Sastra Updated at : 1:59 PM
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...