Friday, February 27, 2015

10 Hambatan Menulis

10 hambatan menulis ini saya dapatkan dari buku yang ditulis oleh Adian Saputra yang berjudul Menulis dengan Telinga.

Pertama, terlalu banyak pikiran
Kedua, bingung mulai dari mana
Ketiga, tidak punya waktu
Keempat, tersangkut di paragraf pertama
Kelima, tidak klik dengan tulisan
Keenam, tidak pede dengan tulisan sendiri
Ketujuh, enggak mood
Kedelapan, lingkungan yang tidak mendukung
Kesembilan, bahasanya payah
Kesepuluh, merasa kurang ilmu

Mari kita kupas satu per satu. Hambatan pertama yang dialami oleh penulis adalah terlalu banyak pikiran. Kalau teman saya bilang. Kalau mikir terus kapan nulisnya. Action...action..action. Banyak ide yang muncul di kepala akhirnya malah bikin bingung. Bukannya senang ya, kalau banyak ide yang bermunculan. Sayangnya tidak seperti itu. Ada beberapa cara untuk mengatasi munculnya ide. Salah satunya , tulis di kertas atau kalau pakai komputer bikinlah lembar kerja baru buat menampun ide tersebut. Siapa tahu ide yang muncul itu ide yang bagus. Ide yang segar. Memang kehadirannya mengganggu. Saat nulis ini, seolah-olah bawah sadar kita menghadirkan ide-ide lain. Bikin tidak fokus. Malah akhirnya tulisan yang kita buat tidak selesai. Kalau ada banyak waktu sih, tulis saja semua ide yang muncul. Nanti tulisannya diedit lagi.  Intinya, bersyukurlah ketika saat menulis banyak ide bermunculan.

Hambatan kedua adalah bingung mulai dari mana. Untuk mengatasi hambatan yang kedua ini, kita bisa memulai tulisan kita dengan membuat kerangka karangan dulu. Bisa juga dengan menuliskan poin-poin penting dulu yang akan kita uraikan sehingga menjadi karangan yang utuh. Bisa juga gunakan peta konsep, untuk menampung kata-kata kunci dari tulisan kita. Buatlah kata kunci sebanyak mungkin. Kalau sudah poin-poin atau kata kunci yang telah buat, kita susun urutannya. Kalau sudah cocok, rangkai kalimat-kalimat yang mendukung poin-poin atau kata kunci tersebut. Ada juga yang menggunakan trik, tulis saja kalimat apapun yang muncul dalam pikiran kita. Misalnya, mengawali tulisan dengan kata-kata," Aku sebenarnya tidak tahu, apa yang hendak kutulisakan. Tetapi...bla,,,bla...bla...", sampai akhirnya tulisan kita mengalir secara alamiah.

Hambatan menulis yang ketiga adalah tidak punya waktu. Saya kira ini hanyalah masalah klise saja. Ketika kita membutuhkan menulis. Kita menemukan kesadaran untuk berkontribusi pada masyarakat. Bisa kok, kita mengatur waktu sesuai keadaan kita, Apa mungkin sehari 24 jam, hanya habis untuk bekerja dan bekerja, Carilah waktu, bisa 30 menit atau 1 jam per hari.

Hambatan menulis yang keempat adalah tersangkut di paragraf pertama. Tulis saja apa yang muncul di pikiran. Seperti contoh di atas. Ketika sudah jalan, nanti juga bisa kaget sendiri kok tulisan saya sangat banyak ya. Persis ketika kita disuruh berpidato di depan orang banyak. Awalnya gagap, bingung mau ngomong apa. Eh..ketika sudah klik. Kok ngomongnya kita tidak ada habis-habisnya. Itu kalau saya loh. Kalau lagi ngobrol juga begitu. Sudah pamitan saja, muncul tema obrolan baru akhirnya gak jadi pamitan. Hehehehehe...

Hambatan selanjutnya adalah tidak klik dengan tulisan, Kita sudah menulis. Banyak. Dan sebenarnya sudah selesai. Tetapi kita merasakan apa yang kita tulis tidak sesuai dengan bayangan kita atau tema yang kita angkat. Baguslah kalau masih berpikir seperti itu. Ya apa boleh buat, baca lagi tulisannya, Kembalikan ke tujuan awal penulisan. Kurangi yang tidak perlu. Pertajam bagian yang penting. Tetapi, hal seperti ini jangan membuat kita stress atau tertekan. Jangan-jangan memang kita yang inginnya terlalu perfect. Ya, jagalah hati lah (Nggak nyambung kayaknya ya).

Hambatan keenam, tidak pede dengan tulisan sendiri. Tidak apa-apa sih perasaan seperti ini. Tapi jangan sampai hal itu membuat kita tidak mau berkarya, Wong saya menulis postingan ini juga gak terlalu PD kok. Kepikiran juga, dikira melakukan plagiat...ya niru-niru isi buku orang. Tapi tetap saja, saya paksakan menulis. Menurut saya, jauh lebih baik memaksakan menulis meskipun hasilnya seperti ini, Ketimbang terbebani perasaan-perasaan negatif seperti itu.

Hambatan ketujuh, enggak mood. Bagaimana lagi ya, kalau ternyata gak ada gairah dalam menulis. Paling-paling yang ditulis nanti isinya kacau. Garing kalau dibaca, Ya...akhirnya kembali ke diri kita sendiri lah. Kalau menganggap menulis sebagai tugas yang mulia...mood atau tidak mood..ya harus menghasilkan tulisan.

Hambatan kedelapan, lingkungan yang tidak mendukung. Awalnya saya pun merasakan seperti itu. Kadang harus bertengkar dengan anak-anak. Lagi mood nulis diganggu terus. Ide muncul tapi kok rumah berisik banget. Tapi lama-lama ya terbiasa saja kok. Disela-sela momong juga tetap bisa posting, meski dikit-dikit. Yang ringan-ringan saja, Untuk tema-tema yang agak berat memang, saya seringnya menyediakan waktu khusus maupun tempat khusus, Tempat khusus saya bisa di sekolah bahkan di perpustakaan daerah, Wuih nyamannya. Mengenai waktu, bisa saja dilakukan saat masih di sekolah. Atau kalau di rumah, ambil waktu-waktu saat anak-anak main atau tidur. Atau bangun tidur langsung nulis juga asyik..sampai anak-anak bangung. Kalau sekarang, jam di laptop menunjukkan angka 1.52 dini hari. Ya asyik juga ternyata, Jam 11 tadi, saat mau tidur salah satu anak saya terbangun, menangis akhirnya keluar naik motor. Pulangnya minta bikin susu. Sekarang tidur lagi, Dan saya kehilangan rasa ngantuk. Ya sudah, ketimbang bingung..mata hanya merem melek mending nulis saja.

Hambatan kesembilan, bahasanya payah. Apa boleh buat, untuk menulis ya harus belajar bahasa, Pahami tata bahasa maupun perkaya kosa kata Anda. Banyak membaca...dan juga banyak menulis apa saja, sambil sekali-kali membaca berbagai teori bahasa. Kalau andalan saya, ya buku-buku karangan Gorys Keraf baik lewat buku Komposisi-nya.

Hambatan terakhir, kurang ilmu. Wajar saja kok. Justru kalau merasa ilmunya sudah cukup bisa-bisa sebenarnya kita gaptek atau tulisan kita isinya dah jadul. Yang mudah, buatlah tulisan yang terkait dengan dunia pekerjaan kita. Misalnya saya jadi guru IPA ya nulis tentang pelajaran IPA atau artikel kependidikan yang lain. Tapi, biar tulisannya makin berisi, ya ilmunya harus selalu diupdate dengan membaca berbagai referensi. Seandainya, ingin menulis di luar bidang kita ya sah-sah saja. Tetapi mungkin kita lebih keras lagi dalam belajarnya. Contohnya untuk membuat blog bahasa dan sastra ini, saya agak berdarah-darah bikinnya. Apalagi yang saya hadapi dalam keseharian di sekolah mengenai pelajaran IPA (khususnya Fisika). Ya tidak nyambung...tetapi terus saya paksakan. Saya nikmati..sembari memupuk minat dalam belajar bahasa dan sastra. Dengan harapan, untuk menuliskan tema-tema lain, semoga bisa pawai juga.

Demikian postingan mengenai 10 hambatan dalam menulis. Semoga bermanfaat. Sekarang jam di laptop menunjukkan 2.04. Semoga bisa langsung tidur atau membaca buku-buku ringan pengantar tidur. Semoga tidur nyenyak, Kalau terpaksa mimpi, semoga diberi mimpi yang indah tetapi tetap sadar kalau sedang bermimpi.


Ditulis oleh: Arsyad R Bahasa dan Sastra Updated at : 2:05 AM

Thursday, February 26, 2015

Bahasa Indonesia untuk Orang Asing

Bahasa Indonesia untuk Orang Asing, Daily Bahasa Indonesia for Foreigners
Ada rasa berbeda ketika membaca buku yang berjudul Survival Indonesian. Daily Bahasa Indonesia for Foreigner. An Elementary Course yang ditulis oleh Tina Mariani. Ada rasa bangga ternyata ada buku yang membahas bahasa Indonesia untuk orang asing.

Biasanya, di toko-toko adanya buku-buku bahasa asing yang ditujukan untuk orang Indonesia. Baik cara belajar bahasa Inggris, Bahasa Jepang, Bahasa Korea, Bahasa Perancis, Bahasa China, Bahasa Arab dan sebagainya. Kesannya kita bangsa Indonesia yang butuh untuk menguasai berbagai bahasa di dunia.

Tentunya, si pengarang ya tidak berpikiran ke arah sana. Menulis buku tersebut memang ditujukan untuk menuntun orang-orang asing yang akan berkunjung ke Indonesia, baik sebagai turis atau kepentingan yang lain.

Tetapi apapun itu, buku ini memang disajikan secara menarik, yang berisi lebih dari 40 dialog dengan menggunakan bahasa Indonesia seperti yang biasa kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Dimulai dari unit 1 yang berisi pengenalan diri sendiri. Standar seperti buku-buku bahasa Inggris, yang diawali dengan Introducing Your Self. Bedanya pada buku Daily Bahasa Indonesia for Foreigner ini, digunakan bahasa Indonesia baru pada kolom sebelahnya versi Inggrisnya. Kalau buku belajar bahasa Inggris, dituliskan bahasa Inggrisnya dulu, baru versi bahasa Indonesia ditaruh di bawahnya ataupun di kolom sebelah kanan.

Demikian juga untuk bab-bab selanjutnya, teks bahasa Indonesia ditampilkan terlebih dahulu baru teks dalam versi bahasa Inggrisnya. Ya, memang harusnya cukup adil bagi kita, jangan sekedar menulis buku-buku belajar bahasa asing untuk kita pelajari. Tetapi sebaliknya, kita buat buku tentang bahasa Indonesia yang ditujukan bagi orang-orang luar yang akan berkunjung ke Indonesia.

Semangat. Terus belajar dan berkarya demi perkembangan bahasa Indonesia tercinta ini.

Ditulis oleh: Arsyad R Bahasa dan Sastra Updated at : 12:15 AM

Tuesday, February 24, 2015

Nyai Dasimah dan Keperempuanan

Membaca Nyai Dasimah versi S.M. Ardan, membuat luka di hati saya agak terobati. Anggapan Dasimah, sebagai perempuan yang "doyan harta", lupa dengan darah pribuminya sedikit sirna. Demikian juga dengan sosok Samiun yang dalam versi aslinya menggunakan guna-guna, memanfaatkan kekayaan Nyai Dasimah juga sedikit sirna.

Apalagi yang melakukan guna-guna adalah seorang haji, Haji Salihun. Dalam pandangan saya, itu suatu alur cerita yang ngawur. Tidak memahami nilai-nilai agama, khususnya Islam. Jelas, dalam versi-nya S.M. Ardan, tidak ada guna-guna. Bahkan ketika Samiun meminta sejenis pelet dan sebagainya, ditolak mentah-mentah oleh Haji Salihun. Bahkan selalu menasihati Samiun menjadi orang yang benar.

Nyai Dasimah yang datang sendiri kepada Samiun. Dia terpanggil hati nuraninya untuk meninggalkan tuannya (suami Inggrisnya), karena jenuh dan sangat kecewa dengan kehidupannya selama ini. Tinggal di gedung, kesepian, hanya melayani keinginan seksual semata dari tuan Inggris itu, Tuan Edward William.

Dasimah adalah sosok yang punya hati nurani untuk tinggal di kampung, berkumpul dengan para pribumi lain. Tak perlulah, dia menjadi korban pelet dari Samiun. Ataukah anggapan Samiun yang menganggap Nyai Dasimah secantik Cleopatra maupun Ken Dedes yang menggetarkan hati Ken Arok, ketika tersingkap betisnya. Bagi saya, sangat berlebihan lah.

Memang diakui bahwa Samiun mempunyai istri yang kerjanya hanya menghabis-habiskan uang. Tetapi apakah sudah sedemikian gilakah istri Samiun itu, bernama Hayati, ikut melakukan rencana yang jahat untuk menghabiskan harta Nyai Dasimah. Sehingga dia rela dimadu. Termasuk juga, posisi Ibu Samiun, yang sama-sama bersepakat dengan anak dan menantunya, menjebak Nyai Dasimah demi hartanya. Jujur saja, rasa ke - Indonesia - an saya merasa terhina. Benarkah dalam kondisi terjajah (sesuai seting cerita tersebut), ada orang kampun yang berpikir dengan penuh intrik dan tipu muslihat?

Kembali kepada Dasimah. Di dalam kehidupannya dengan Tuan Edward, Nyai Dasimah ibaratnya hanya sebagai pemuas semata. Tidak diperbolehkan dia bergabung dengan teman-teman suaminya tersebut. Dibiarkan dia dalam kebodohan. Yang penting segala kebutuhannya terpenuhi. Khususnya terkait dengan harta benda. Waktu terus berjalan, dan sisi keperempuanan Nyai Dasimah semakin terusik dengan keadaannya. Kebahagiaan semu. Kebahagiaan palsu,  yang tidak bisa dibandingkan dengan apapun, apalagi ketika bertemu dengan Samiun.

Di samping itu, darah pribumi masih segar mengalir pada dirinya. Kerinduan kepada kampung halamannya, kerinduan dengan orang-orang yang sebangsa dengannya. Senasib dengannya. Membuat Nyai Dasimah harus meninggalkan segala gelimang harta. Memutuskan pergi. Lepas dari kehidupannya sebagai bini dari seorang Tuan Inggris.

Entah apa nasibnya berikutnya, apakah akan bahagia atau mati secara tragis, Setidaknya mati dengan lepas menjadi gundik dari seorang bangsa asing.
Ditulis oleh: Arsyad R Bahasa dan Sastra Updated at : 11:47 PM

Saturday, February 7, 2015

Mengenal Gaya Bahasa : Pengertian dan Macamnya

Mengenal Gaya Bahasa : Pengertian dan Macamnya

diksi dan gaya bahasaGaya bahasa lekat sekali dengan retorika. Setiap orang dalam berkomunikasi dengan orang lain punya gaya bahasa yang berbeda-beda. Gaya bahasa atau style ini, secara sederhana dapat diartikan dengan cara menggunakan bahasa. Gaya bahasa yang digunakan pemimpin kita, dari Bapak Sukarno, Suharto, Habibie, Abdurahman Wahid (Gus Dur), Megawati,  SBY, sampai Presiden Jokowi sangat berbeda-beda. Kita bisa membayangkan dan membedakannya dengan jelas.

Pengertian Gaya Bahasa, menurut Gorys Keraf dalam buku Diksi dan Gaya Bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). Apapun gaya bahasa yang dipakai, harus memenuhi syarat berikut : kejujuran, sopan-santun, dan menarik. Ketiganya satu paket yang saling melengkapi. Jujur tapi tidak sopan sangat mungkin akan ditinggalkan pembacanya. Demikian juga sudah jujur menggunakan sopan-santun tapi materi/tulisan tidak disampaikan secara menarik juga akan ditinggalkan pembaca.

Gaya bahasa (atau style)ini bermacam-macam. Gaya bahasa ini dapat dilihat dari segi nonbahasa maupun segi bahasa. Dari segi nonbahasa, gaya bahasa dapat dibedakan berdasarkan : 1) pengarang; 2) masa; 3) medium; 4) subyek; 5) tempat; 5) hadirin; dan 6) tujuan. Sedangkan berdasarkan segi bahasa, gaya bahasa dibedakan berdasarkan  : 1) pilihan kata; 2) nada yang yang terkandung dalam wacana; 3) struktur kalimat; 4) langsung tidaknya makna.

Dengan mendasarkan pada macam-macam gaya bahasa (atau style) ini, wajar kan jika setiap orang bisa kelihatan gaya bahasanya. Seperti gaya bahasa pemimpin kita yang bermacam-macam (contoh aspek nonbahasa). Demikian juga kalau membaca karya para penulis Indonesia, kita pun akan mengenal gaya Chairil Anwar, Gaya Sutan Takdir Alisyahbana, gaya Pramudya Ananta Tour, gaya NH Dini dan lain-lain. Contoh aspek non bahasa yang lain, yaitu gaya bahasa berbeda untuk tiap-tiap subyek bahasan. Misalnya gaya penulisan ilmiah, filsafat, teknik, hukum, sastra dan sebagainya. Masing-masing subyek tersebut punya ciri khas sendiri-sendiri.

Dalam segi bahasa, gaya bahasa juga bermacam-macam. Berdasarkan pilihan kata yang digunakan, ada gaya bahasa resmi, gaya bahasa tak resmi dan gaya bahasa percakapan. Berdasar nada ada gaya sederhana, gaya mulia dan bertenaga, serta gaya menengah. Berdasarkan struktur kalimat, ada gaya bahasa klimaks, antiklimaks, paralelisme, antitesis, dan repetisi. Berdasarkan langsung tidaknya makna ada gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan

Dengan memahami pengertian gaya bahasa dan macam-macamnya, kita bisa meningkatkan cara kita berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan. Meskipun banyak sekali macamnya, kita tentunya berharap tetap punya ciri khas dalam berbahasa (atau punya style tersendiri) tapi tetap mendasarkan diri pada kejujuran, sopan-santun, dan menarik hati.

Sumber : Keraf, Gorys. 2004. Diksi dan Gaya Bahasa. PT Gramedia Pustaka Utama
Ditulis oleh: Arsyad R Bahasa dan Sastra Updated at : 11:53 PM

Friday, February 6, 2015

Sesat Berpikir, Hubungan Logika dengan Belajar Bahasa

Sesat Pikir, Hubungan Logika dengan Belajar Bahasa


Sesat pikir, yang saya kira lebih banyak ke sains maupun matematika ternyata salah satunya sangat terkait dengan bahasa. Jadi tidak ada salahnya, mempelajari buku Pengantar Logika dalam Belajar Berbahasa.

Pada bagian akhir buku Pengantar Logika yang ditulis oleh Jan Hendrik Rapar dibahas mengenai sesat pikir. Sesat pikir (fallacy, Inggris) merupakan kesalahan penalaran yang disebabkan oleh pengambilan keputusan yang tidak sahih. 

Sesat pikir, dibagi dalam tiga jenis, yaitu sesat pikir karena bahasa, sesat pikir formal, dan sesat pikir material. Terkait dengan belajar bahasa, pada postingan kali ini, akan dibahas mengenai sesat pikir karena pemakaian bahasa. Untuk sesat pikir formal maupun sesat pikir material, tentunya tetap berpengaruh juga pada pemakaian bahasa. Tapi menurut penulis, sesat pikir bahasa yang lebih dulu perlu dibahas pada blog bahasa dan sastra ini.

Terjadinya sesat pikir karena bahasa dapat terjadi karena kesalahan sebagai berikut :

1. Menggunakan term ekuivokal

Term ekuivokal adalah term yang memiliki makna ganda. Misalnya jarak yang berarti sela antara dua benda atau yang dimaksud pohon jarak. Sesat pikir jenis ini disebut sesat pikir ekuivokasi (fallacy of equivocation).
2. Menggunakan term metaforis

Term metaforis artinya kata atau sekelompok kata yang tidak memiliki arti yang sederhana. Misalnya : Pemuda adalah tulang punggung bangsa. Sesat pikir jenis ini disebut sesat pikir metaforisasi (fallacy of methaporization).
3. Menggunakan aksen yang membedakan arti suatu kata

Ada kata-kata yang berbeda artinya karena perubahan aksen. Contohnya apel dalam apel bendera dengan apel buah. Sesat pikir jenis ini disebut sesat pikir aksen (fallacy of accent).
4. Menggunakan konstruksi kalimat bermakna ganda

Kamimat yang bermakna ganda disebut amfiboli (amphiboly). Susunan kalimat ini sedemikian rupa disusun agar mempunyai makna yang berbeda/ganda. Misalnya : Saya mencintai kekasihku, demikian juga dengan Maya. Kalimat ini bisa diartikan Saya mencintai kekasihku  sendiri dan Maya juga mencintai kekasihnya Maya sendiri. Atau juga diartikam Saya mencintai kekasihku sendiri dan Maya juga mencintai kekasihku.

Kalau diamati, sesat pikir tersebut adalah hal yang lumrah dalam penggunaan bahasa, Kan tidak mungkin kita menghindari penggunaan metafora misalnya. Meskipun demikian, kita tentunya harus menghindari, terutama jika naskah yang kita tulis mengenai kategori non fiksi. Apalah artinya penggunaan kata-kata yang berbuih-buih tapi malah menimbulkan salah tafsir.

Demikian postingan mengenai sesat pikir, hubungan logika denga belajar bahasa semoga kita bisa terhindar darinya. Dan memang kalau melakukan sesat pikir segera sadar dan bukan malah sengaja melakukan sesat pikir untuk memanipulasi pikiran orang lain.
Ditulis oleh: Arsyad R Bahasa dan Sastra Updated at : 10:00 PM

Tuesday, February 3, 2015

Puisi Chairil Anwar tentang Cinta

Puisi Chairil Anwar tentang Cinta

Cintaku Jauh di Pulau Chairil Anwar
Sumber : ernybinsa.blogspot.com
Membaca puisi Chairil Anwar tentang cinta membuat jiwa yang rapuh makin rubuh. Membaca puisi Chairil Anwar membuat jiwa yang kuat makin tak terkendali. Membuat yang menerima akan makin menerima. Coba resapi puisinya yang berjudul Senja di Pelabuhan Kecil, membuat kita makin pasrah dengan penantian yang tak bertepi. Atau mungkin menikmati puisi tersebut, sedangkan di sisi lain membayangkan diri sebagai binatang jalang dari kumpulan yang terbuang. Cintanya akan makin menderu...menggebu...lupa diri.

Pada puisi Chairil Anwar kali ini, yang berjudul Cintaku Jauh di Pulau, apakah yang akan kita rasakan. Seperti berikut ini puisinya :
CINTAKU JAUH DI PULAU

Cintaku jauh di pulau
gadis manis, sekarang iseng sendiri.

Perahu melancar, bulan memancar
di leher kukalungkan oleh-oleh buat si pacar.
angin membantu, langit terang, tapi terasa
aku tidak 'kan sampai padanya.

Di air yang tenang, di angin mendayu
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata
"Tujukan perahu ke pangkuanku saja".

Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh!
Perahu yang bersama 'kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?

Manisku jauh di pulau,
kalau 'ku mati, dia mati iseng sendiri.
..........................................................................
Membaca puisi Chairil Anwar tersebut, aku malah bingung sendiri dengan adanya kata-kata iseng sendiri. Cintaku jauh di pulau gadis manis, sekarang iseng sendiri atau kalau 'ku mati, dia iseng sendiri. Maksudnya apa ya? Apakah cinta Chairil Anwar hanya main-main. Ataukah si dia, yang tak punya rasa. Atau bahkan dia menjadi gila? Karena penantian yang berkepanjangan.


Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?
Siapa sih sebenarnya yang meninggal. Apakah sih Chairil Anwar atau kekasihnya. Mati sebelum cinta keduanya bertemu. Ataukah sebenarnya cinta tak terbalas. Tapi kalau membaca bait terakhir "kalau 'ku mati, dia mati iseng sendiri", seolah-olah keduanya adalah soulmate, satu hati, Mati satu, yang satunya pun ikut mati. Tapi kok kesannya gimana. Kepasrahan pada takdir sebegitunya. Tidak ada energi untuk memancarkan cinta. 

Yang penting menemui. Entah bertemu atau tidak. Entah terlambat atau tidak bukanlah menjadi soal. Yang penting hati ini ingin bertemu, entah kapan sampainya.

angin membantu, langit terang, tapi terasa
aku tidak 'kan sampai padanya.

Kenapa tidak dijelaskan, mengapa dia yakin bertemu dengannya. Mengapa dengan keyakinan yang seperti itu dia terus melajukan perahunya. Apakah sebenarnya pulau yang dituju tidak pernah ada. Ataukah pulau yang dituju sebegitu jauhnya, sehingga tidak mungkin ditempuh. Ataukah juga yang dianggap kekasih itu sudah 'raib'. Entah ke mana?

Setiap orang berhak menafsirkan puisi Chairil Anwar tersebut. Dengan benak yang berbeda-beda, penafsiran pun berbagai macam. Yang jelas dapat disimpulkan dari puisi berjudul Cintaku Jauh di Pulau adalah Chairil Anwar tidak pernah bertemu dengan seseorang yang dianggap kekasihnya. Ya...itu yang kurasakan.

Ditulis oleh: Arsyad R Bahasa dan Sastra Updated at : 3:07 PM

Sunday, February 1, 2015

Cara Menulis Novel : Proses Kreatif Para Penulis Terkenal

Cara Menulis Novel : Proses Kreatif Para Penulis Terkenal

Kiat Sukses Mengarang Novel
Kiat Sukses Mengarang Novel
Cara menulis novel bermacam-macam. Salah satu kiat yang bisa dilakukan adalah dengan  mempelajari proses kreatif para penulis terkenal. Seperti yang diuraikan pada buku Kiat Sukses Menulis Novel yang ditulis oleh Saut Poltak Tambunan.

Bisa menulis novel serta menjadikan novel yang ditulis menjadi best seller tentu menjadi impian para penulis. Sudah saatnya untuk menjadikan novel yang kita buat laku keras di pasaran. Dengan menggunakan pendekatan strategi pemasaran, membuat breakthrough bagaimana agar novel masuk ke pasaran, cara membuat judul, membuat nama pena diperhitungkan dalam kesuksesan penulisan novel. Begitu sekilas ulasan buku Kiat Sukses Mengarang Novel.


Tetapi dalam postingan ini, hanya dibatasi pada cara menulis novel dengan mengkaji proses kreatif yang dilakukan para penulis terkenal. Kalau dalam buku tersebut ada 17 pengarang yang dibahas seperti Ali Muakhir, Arie MP Tamba, Dewi 'Dee" Lestari, Pipiet Senja, Putu WIijaya, Zarah Zattira ZR, bahkan Saut Poltak Tambunan sendiri.

Ali Muakhir penulis buku "Funny Stories for Boys and Girls", seringkali mengkompilasi imajinasi dan kisa nyata menjadi sumber inspirasi bagi novel-novelnya. Ana Mustamin, pemenang I Lomba Penulisan Cerpen yang diselenggarakan dalam LBH, lewat cerpennya judul "Lewat Tengah Malam", mengatakan cerpennya tersebut ditulis hanya tiga jam sebelum lomba itu ditutup. Ana biasa melakukan riset mengenai kepribadian seseorang untuk mematangkan para tokohnya. Ada Anny Djati, penulis novel "Dilema Perempuan" serta cerpen "Fatamorgana". Novelnya tersebut ditulis dengan sepenuh jiwa karena ia membawa misi suara hati perempuan. Sedangkan cerpennya ditulis secara mengalir begitu saja. Tatkala rindu dengan cinta pertamanya yang dianggap sudah mati, meskipun sebenarnya masih hidup.

Pipiet Senja juga sering mengangkat kisah nyata untuk bahan ceritanya. Kemudian membuat outline bab per bab. Judul dibuat terlebih dahulu. Setting dan tokoh sudah disiapkan. Meskipun demikian, penambahan dan pematangan tokoh maupun seting sering dilakukan. Melalui datang ke lokasi kejadian, googling maupun melalui komunitasnya. Bagi Putu Wijaya, menulis itu seperti menyapa orang. Dia juga banyak mencari inspirasi dari kisah nyata. Tetapi ketika menulis, dia membiarkan imajinasinya mengalir begitu saja. Kisah nyata dijadikan sebagai pemicu.

Banyak hal lain yang dapat dipelajari dari para penulis terkenal. Beda lagi dengan Zara Zettira, yang lebih suka disebut sebagai penulis dari pada pengarang. Karena dia gak suka mengarang-ngarang cerita. Menulis membuat Zara jadi berarti. Itu yang penting. Mirip orang yang bermeditasi. Fokus dan mengalami kegembiraan luar biasa ketika bisa menyelesaikannya.

Setiap orang punya cara sendiri dalam menulis novel. Yang lebih penting lagi bagaimana langsung menulis. Sekarang juga. Kalau saya sendiri, jarang menulis cerpen. Novel juga belum pernah. Berbeda jauh dengan Zara Zettira yang tidak menyukai deadline. Kalau saya cenderung menulis jika sudah mau deadline bahkan kalau perlu temanya sudah ditentukan.

Semoga postingan yang berjudul Cara Menulis Novel : Proses Kreatif Para Penulis Terkenal ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Untuk teknik-tekniknya, nantikan dalam postingan selanjutnya. Intinya, kita bisa banyak belajar dari para pengarang bukan hanya lokal tapi yang sudah mendunia. Tak terbayangkan kan jika Dr. Karl May, yang menulis banyak bercerita tentang Winetou, Old Firehand, Old Shatterhand tanpa mengunjungi tempat-tempat yang menjadi seting ceritanya, bisa membuat setingan yang begitu detil. Kira-kira apa ya rahasianya. Padahal dulu belum ada mbah Google. Geleng-geleng kepala saja deh.
Ditulis oleh: Arsyad R Bahasa dan Sastra Updated at : 8:45 PM

Puisi Chairil Anwar yang Romantis

Puisi Chairil Anwar yang Romantis

Chairil Anwar
Sumber : en.wikipedia.org

Puisi Chairil Anwar, puisi yang melegenda. Puisi yang menginspirasi. Puisi yang memotivasi. Puisi yang menjadikan lupa. Lupa akan fisik yang makin rapuh. Sedang semangat terus bergejolak. Semangat yang tak dapat siapa pun menahan. Untuk terus berkarya. Untuk bersikap jalang kalau memang diperlukan. Menjadi gila kalau memang waras sudah bukan lagi pilihan yang baik. Terus menerkam. Menghadang. Tak lekang oleh jaman.

Kok, jadi ikut-ikutan emosi (baca semangat) membayangan bait-bait puisi karya Chairil Anwar. Wah, bagaimana kalau judul postingannya diganti dari Puisi Chairil Anwar menjadi Puisi Chairil Anwar yang romantis. Wah, tapi harus mengingat-ingat dulu. Dulu guru bahasa Indonesiaku, saat SMA pernah membacakannya.

Senja di Pelabuhan Kecil
                         buat Sri Ayati

Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tidak berlaut
menghapus diri dalam mempercaya mau berpaut

Gerimis mempercepat kelam, Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak

Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap.

(Diambil dari kumpulan puisi Deru Campur Debu, PT Dian Rakyat - Jakarta).

Kalau membaca dari judul puisi Chairil Anwar tersebut yang diawali dengan adanya  kata senja, pelabuhan, bahkan pelabuhan kecil sudah tercium aroma romantisnya. Beda kalau judulnya misalnya senja diganti siang, yang terpikir oleh saya adalah ada kejadian yang tidak diinginkan, tidak jauh dari unsur-unsur kekerasan misalnya kecelakaan maupun perkelahian. Pilihan kata senja ada dua hal yang muncul di bayangan, bisa bicara pertemuan dengan seseorang, penantian tak berakhir, maupun sekedar mengenang.

Demikian juga pilihan kata pelabuhan kecil. Dalam bayangan saya, ada seseorang yang sedang melakukan penantian. Menantikan kekasih. Berbeda kalau diganti dengan pelabuhan besar, penantiannya sangat umum. Bisa menunggu orang tua, teman, atau siapapun. Setelah itu diikuti dengan kata-kata hiruk pikuk, terik, kebisingan, jauh-jauh dari unsur romantik. Ya terserah juga sih Chairil Anwar memilih kata dalam puisinya.

Kalau saya hanya berusaha menggali atau menafsirkannya. Apalagi di bawah judul, jelas menunjukkan puisi ini untuk seseorang yaitu Sri Ayati. Siapa sih Sri Ayati. Mantan pacarnya. Atau seseorang yang pernah dicintai. Kasih tak sampai. Ataukah seorang perempuan yang pernah ditemuinya, di suatu saat. Hanya sesaat. Tetapi membawa kenangan sepanjang masa. Silakan ditafsirkan. Yang nampak jelas oleh saya, puisi tersebut isinya penantian. Penantian yang berkepanjangan.

Dan penantian tersebut agaknya akan terus dilakukan. Meskipun dia hanya sendiri di sana. Ketika tidak ada kapal yang melaut. Hanya ada kelepakan elang dan deburan ombak yang tak habis-habisnya. Tiada lagi yang bisa diharapkan untuk datang. Pada saat itu. Hari itu. Karena di hari selanjutnya, dia akan kembali ke sana. Menunggu. Berharap. Dan itu yang dilakukannya sepanjang waktu.

Suasana hati pun ikut terbawa membaca puisi Chairil Anwar yang romantis tersebut. Ternyata. Tidak ada semangat yang menggelegak. Yang ada hanyalah pasrah. Setia melakukan penantian yang tak bertepi. Tapi...tak perlu ada air mata.




Ditulis oleh: Arsyad R Bahasa dan Sastra Updated at : 5:19 AM
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...