Friday, January 30, 2015

Kasus Plagiarisme di Indonesia : Malas Berpikir atau Malas Menulis

Kasus Plagiarisme di Indonesia : Malas Berpikir atau Malas Menulis

Kasus Plagiarisme
Sumber : http://www.siperubahan.com/
Menulis postingan kasus plagiarisme di Indonesia bukan berarti untuk menjelek-jelekkan bangsa sendiri. Tetapi justru sebagai autokritik agar kita sama-sama bertekad untuk memajukan bahasa dan sastra Indonesia di satu sisi. Sedang di sisi lain, agar kita mau menambah khazanah suatu keilmuwan melalui tulisan yang kita buat.

Hindari berpikir untuk mementingkan diri sendiri lewat karya-karya yang yang "tidak halal". Agak jauhlah berpikir tentang dunia kerja kita bahkan berpikir tentang ke Indonesiaan. Apa yang bisa dibanggakan dengan membuat karya yang merupakan jiplakan atau duplikat? Selain memalukan diri sendiri/instansi juga tidak membuat kontribusi dalam keilmuwan yang  sedang ditekuni. Sebenarnya plagiarisme itu wujud malas berpikir atau malas menulis atau bahkan malas kedua-duanya.

Di Indonesia, fenomena plagiarisme merata di mana-mana. Saya ingat betul, dalam keseharian memberikan tugas kepada siswa, banyak sekali jawaban identik dan terindikasi kuat mencontek. Seringnya lebih banyak memaklumi, ketimbang mereka tidak mengerjakan tugas. Teringat juga saya ketika kuliah. Jika ada tugas mata kuliah yang memang tidak paham. Tidak ada jalan lain selain menjiplak. Ketidakpahaman tersebut, bisa disebabkan karena malas berpikir. Kejadian-kejadian ini bisa dikatakan sebagai cikal bakal plagiarisme di Indonesia. Dimulai dari bangku sekolah atau akademik dulu lah. Kalau di sana, banyak kecurangan-kecurangan dalam bentuk plagiarisme apalagi di dunia luar.

Terkait dengan kasus contek-mencontek di kalangan pelajar atau mahasiswa belum terdengar kalau kemudian mereka dihukum atau dicopot gelar pelajar atau mahasiswanya. Mahasiswa, yang dimaksud di sini mahasiswa S1 ke bawah. Bikin skripsi atau tugas akhir jika ketahuan ya..harusnya disuruh mengulang saja. Kasus plagiarisme di Indonesia yang baru-baru ini mencuat, dilakukan bukan oleh pelajar atau mahasiswa, tetapi dilakukan oleh para dosen. Baik untuk mengejar angka kredit dalam bentuk jurnal ilmiah, maupun mengejar gelar S2 maupun doktornya. Bahkan yang bergelar profesor pun ada yang terkena kasus plagiarisme.

Nah, kalau kasus plagiarisme menimpa seseorang yang dianggap dari kalangan intelektual. Kira-kira tindakan mereka itu dikarenakan malas berpikir atau malas menulis. Ketimbang pusing-pusing mengembangkan keilmuwan, mendingan mencari sabetan sana-sini buat menambah pemasukan. Karya ilmiah, kalau dibutuhkan tinggal cari di internet atau kios-kios penjual artikel/karya tulis. Ya biar tidak terlalu kelihatan dan agak keren, tinggal menerjemahkan dari bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia atau sebaliknya. Artikel dalam bahasa Indonesia diterjemahkan ke bahasa Inggris dan dikirim ke jurnal internasional atau koran berbahasa Inggris yang ada di Indonesia, seperti The Jakarta Post.

Malas menulis, juga menjadi pemicu kasus plagiarisme. Sederhana saja, ide tidak muncul setiap saat. Suatu karya tercipta melalu proses intektual yang panjang. Tidak ada cara instan menjadi penulis handal. Nah, ketika suatu saat terbentur oleh keadaan. Katakan mendapat "deadline" untuk membuat karya ilmiah. Apa yang dilakukan? Ide sedang macet. Ada ide tapi tidak punya referensi yang cukup. Atau ada ide tapi tidak punya kemampuan untuk mengembangkan. Bagi penulis yang "amatir" atau katakan tidak piwai menulis, tentulah bukan hal yang mudah untuk mendapatkan ide sekaligus mengembangkan ide tersebut menjadi gagasan yang utuh. Nah, kalau kita menyadari keterbatasan diri dalam menulis, tentu tidak ada jalan lain untuk mulai menulis. Setidaknya mulai mencicil membuat suatu karya, agar terhindar dari melakukan solusi cepat seperti menjiplak.

Demikianlah postingan kali ini, semoga bermanfaat bagi kita semu.
Ditulis oleh: Arsyad R Bahasa dan Sastra Updated at : 7:48 PM

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...